Mungkin posting ini akan menjawab sebuah pertanyaan sebagai berikut : Pernakah kamu berdamai dengan masa lalu? Mengapa kita berdamai dengan masa lalu? Bagaimana jika kita tidak memilih untuk berdamai? Bagiamana caranya kita berdamai dengan masa lalu, meskipun itu menyakitkan?
Semua pertanyaan tersebut saya dapatkan setelah menonton film Claudia Jasmine. Dan bagi kamu yang mendapatkan pertanyaan itu sekarang, dan belum menonton filmnya, saya sarankan untuk menonton. Claudia Jasmine, sebuah film Indonesia yang menurut saya berbeda dengan film Indonesia pada umumnya. Saya tahu ini film layar lebar, dan pernah diputar di jaringan 21. Namun, saat itu selain tidak ada waktu, saya pun masih ragu-ragu untuk nonton film Indonesia yang satu ini. Tahu kan kalo film Indonesia jarang ada yang menggigit. Apalagi ketika liat line up nya, Nino Fernandez, Andhika Pratama, Kinaryosih, dan Kirana Larasati. Saat itu, saya masih menjudge film berdasarkan pemainnya. Saya akui itu. Prinsip saya, tonton semua film Dian Sastro dan Nicholas Saputra, and the rest can wait. Tapi sekarang, saya sudah, mungkin, lebih terbuka. Toh, banyak juga film bagus dengan pemain selain Nico dan Dian.
Nah, Claudia Jasmine sendiri dibuka dengan cerita dua orang yang berbeda, Claudia (Kirana Larasati) dan Jasmine (Kinaryosih). Yang satunya masih SMA, yang satunya udah jadi SPG. Awalnya sih diceritain gimana si Claudia itu dan Jasmine, with their own life. Hingga sebuah titik dimana Claudia hamil karena pacaranya (Andhika Pratama) dan Jasmine dilamar oleh pacarnya (Nino Fernandez), yang akhirnya ditolak dengan sebuah alasan ...
... bahwa Jasmine yang sekaranga adalah Claudia di masa lalu. Setelah mengaborsi kandungannya, Claudia dan keluarganya memutuskan pindah ke Jakarta dan menggunakan nama belakangnya, Jasmine. Jasmine, yang selalu meminum kopi hitam pahit, merasa bahwa masa lalu selalu mengikutinya, dan dia tidak bisa mempunyai masa depan yang diinginkannya karena apa yang telah terjadi. Hal itu juga yang menjadi alasan mengapa lamaran itu ditolak.
Namun, diakhir film, lamaran pacarnya diterima, dengan sebuah proses berdamai dengan masa lalu. Jasmine akhirnya menerima masa lalunya sebagai sebuah bagian dalam hidupnya. Toh, masa lalu tidak dapat diubah, itu sudah terjadi, namun bagaimana kita menghadapinya itu yang penting. Selain itu, ada juga cerita tentang teman SMA nya, yang sudah kuliah di Jerman, yang ingin melamar Jasmine, namun diurungkan niatnya karena tahu Jasmine hanya menganggapnya saudara. Ini juga salah satu bentuk berdamain, namun berdamai dengan kenyataan, yang harusnnya udah diketahui dari masa lalu.
Anyway, berdamai dengan masa lalu memang ga gampang. Butuh proses, kadang cukup dengan beberapa hari, kadang itu memakan waktu bertahun-tahun. Belum lagi segala daya upaya untuk menjadikan masa lalu itu bukan mimpi buruk. Banyak orang biasanya memilih untuk mengganti rutinitas, hal-hal yang bisa mengaitkannya dengan kejadian tertentu. Atau hanya membutuhkan perenungan sebentar saja lalu, wusss, masa lalu itu hilang seperti ada peri baik hati yang menggoyangkan tongkatnya.
Namun, apapun itu caranya, berapapun waktu yang dibutuhkan, dan seberapa beratnya proses itu harus kita lalui, berdamai dengan masa lalu itu penting. Bagaimana bisa kita menatap masa depan dengan optimis jika dalam diri kita masih ada bayangan kelam dari hari kemarin? Bukan maksud untuk menghilangkan masa lalu dalam kehidupan seseorang, namun bukankah masa lalu itu untuk dikenang, dan bukan untuk ditakuti? Mengambil pelajaran dari apa yang telah terjadi sehingga tidak terulang lagi? Dan untuk apa itu semua, selain untung hidup tenang, tentu saja untuk sebuah masa depan yang lebih baik. Iya kan?
Lalu, bagaimana caranya untuk berdamai dengan masa lalu? Bagi saya, yang kadang belum bisa deal with the problem, mulailah dari hal simpel, seperti memaafkan. Ya, maaf adalah obat yang mujarab untuk menekan emosi. Saya percaya ketika kita emosi, salah satu hal yang menjadi 'the anger button' adalah masa lalu. Sekali masalah itu dibahas, jadinya bisa panjang. Tapi coba kalau kita sudah memaafkan apa yang terjadi, memaafkan orangnya, memaafkan tempatnya, memaafkan kejadiannya, hingga memaafkan diri sendiri. Kadangkala apa yang terjadi di masa lalu itu karena diri kita sendiri kan. C'mon guys, be a saint by forgive them. Toh, memaafkan adalah salah satu kebaikan juga. Hingga akhirnya, ketika kamu sudah bisa memaafkan, ketika masa lalu jadi pembicaraan, kamu sudah bisa tersenyum menghadapinya.
Saya akui, saya juga pernah, dan kayaknya juga masih, bermasalah dengan masa lalu. Ada beberapa bagian masa lalu yang belum bisa termaafkan. Toh, proses itu masih jalan kok bagi saya. Dan untuk bagian masa lalu yang sudah termaafkan, hidup rasanya sedikit ringan. Karena pada dasarnya dalam hidup kita akan mengalami masalah kan, yang mana akan membuat hidup berat, dan teorinya semakin lama hidup dan semakin panjang usia kita, semakin banyak masalah yang akan dihadapi kan?
Makannya, mulailah memaafkan, dan berdamai...
Something Inside,
David.
Semua pertanyaan tersebut saya dapatkan setelah menonton film Claudia Jasmine. Dan bagi kamu yang mendapatkan pertanyaan itu sekarang, dan belum menonton filmnya, saya sarankan untuk menonton. Claudia Jasmine, sebuah film Indonesia yang menurut saya berbeda dengan film Indonesia pada umumnya. Saya tahu ini film layar lebar, dan pernah diputar di jaringan 21. Namun, saat itu selain tidak ada waktu, saya pun masih ragu-ragu untuk nonton film Indonesia yang satu ini. Tahu kan kalo film Indonesia jarang ada yang menggigit. Apalagi ketika liat line up nya, Nino Fernandez, Andhika Pratama, Kinaryosih, dan Kirana Larasati. Saat itu, saya masih menjudge film berdasarkan pemainnya. Saya akui itu. Prinsip saya, tonton semua film Dian Sastro dan Nicholas Saputra, and the rest can wait. Tapi sekarang, saya sudah, mungkin, lebih terbuka. Toh, banyak juga film bagus dengan pemain selain Nico dan Dian.
Nah, Claudia Jasmine sendiri dibuka dengan cerita dua orang yang berbeda, Claudia (Kirana Larasati) dan Jasmine (Kinaryosih). Yang satunya masih SMA, yang satunya udah jadi SPG. Awalnya sih diceritain gimana si Claudia itu dan Jasmine, with their own life. Hingga sebuah titik dimana Claudia hamil karena pacaranya (Andhika Pratama) dan Jasmine dilamar oleh pacarnya (Nino Fernandez), yang akhirnya ditolak dengan sebuah alasan ...
... bahwa Jasmine yang sekaranga adalah Claudia di masa lalu. Setelah mengaborsi kandungannya, Claudia dan keluarganya memutuskan pindah ke Jakarta dan menggunakan nama belakangnya, Jasmine. Jasmine, yang selalu meminum kopi hitam pahit, merasa bahwa masa lalu selalu mengikutinya, dan dia tidak bisa mempunyai masa depan yang diinginkannya karena apa yang telah terjadi. Hal itu juga yang menjadi alasan mengapa lamaran itu ditolak.
Namun, diakhir film, lamaran pacarnya diterima, dengan sebuah proses berdamai dengan masa lalu. Jasmine akhirnya menerima masa lalunya sebagai sebuah bagian dalam hidupnya. Toh, masa lalu tidak dapat diubah, itu sudah terjadi, namun bagaimana kita menghadapinya itu yang penting. Selain itu, ada juga cerita tentang teman SMA nya, yang sudah kuliah di Jerman, yang ingin melamar Jasmine, namun diurungkan niatnya karena tahu Jasmine hanya menganggapnya saudara. Ini juga salah satu bentuk berdamain, namun berdamai dengan kenyataan, yang harusnnya udah diketahui dari masa lalu.
Anyway, berdamai dengan masa lalu memang ga gampang. Butuh proses, kadang cukup dengan beberapa hari, kadang itu memakan waktu bertahun-tahun. Belum lagi segala daya upaya untuk menjadikan masa lalu itu bukan mimpi buruk. Banyak orang biasanya memilih untuk mengganti rutinitas, hal-hal yang bisa mengaitkannya dengan kejadian tertentu. Atau hanya membutuhkan perenungan sebentar saja lalu, wusss, masa lalu itu hilang seperti ada peri baik hati yang menggoyangkan tongkatnya.
Namun, apapun itu caranya, berapapun waktu yang dibutuhkan, dan seberapa beratnya proses itu harus kita lalui, berdamai dengan masa lalu itu penting. Bagaimana bisa kita menatap masa depan dengan optimis jika dalam diri kita masih ada bayangan kelam dari hari kemarin? Bukan maksud untuk menghilangkan masa lalu dalam kehidupan seseorang, namun bukankah masa lalu itu untuk dikenang, dan bukan untuk ditakuti? Mengambil pelajaran dari apa yang telah terjadi sehingga tidak terulang lagi? Dan untuk apa itu semua, selain untung hidup tenang, tentu saja untuk sebuah masa depan yang lebih baik. Iya kan?
Lalu, bagaimana caranya untuk berdamai dengan masa lalu? Bagi saya, yang kadang belum bisa deal with the problem, mulailah dari hal simpel, seperti memaafkan. Ya, maaf adalah obat yang mujarab untuk menekan emosi. Saya percaya ketika kita emosi, salah satu hal yang menjadi 'the anger button' adalah masa lalu. Sekali masalah itu dibahas, jadinya bisa panjang. Tapi coba kalau kita sudah memaafkan apa yang terjadi, memaafkan orangnya, memaafkan tempatnya, memaafkan kejadiannya, hingga memaafkan diri sendiri. Kadangkala apa yang terjadi di masa lalu itu karena diri kita sendiri kan. C'mon guys, be a saint by forgive them. Toh, memaafkan adalah salah satu kebaikan juga. Hingga akhirnya, ketika kamu sudah bisa memaafkan, ketika masa lalu jadi pembicaraan, kamu sudah bisa tersenyum menghadapinya.
Saya akui, saya juga pernah, dan kayaknya juga masih, bermasalah dengan masa lalu. Ada beberapa bagian masa lalu yang belum bisa termaafkan. Toh, proses itu masih jalan kok bagi saya. Dan untuk bagian masa lalu yang sudah termaafkan, hidup rasanya sedikit ringan. Karena pada dasarnya dalam hidup kita akan mengalami masalah kan, yang mana akan membuat hidup berat, dan teorinya semakin lama hidup dan semakin panjang usia kita, semakin banyak masalah yang akan dihadapi kan?
Makannya, mulailah memaafkan, dan berdamai...
Something Inside,
David.
No comments:
Post a Comment