Monday, January 11, 2010

Saya, 24 Jam Terakhir

Dimulai dari jam 6 AM, 10 Januari 2010

  • 6 A.M -- Masih tidur
  • 7 A.M -- Bangun, ngulet-ngulet, morning ritual, bikin kopi, online
  • 8 A.M -- Masih online
  • 9 A.M -- Gabut ga jelas, mati lampu, beresin kamar
  • 10 A.M -- Lampu nyala, laper, bikin oatmeal, online lagi
  • 11 A.M -- Onlineeee terus
  • 12 A.M -- Mulai laper
  • 1 P.M -- Males keluar cari makan, secara belum mandi, online sambil baca novel
  • 2 P.M -- Tambah laper, sms delivery, sadar pulsa abis, ga ada yang buka tukang pulsanya, sms nyokap
  • 3 P.M -- Makanan dateng, kenyang, mandi deh
  • 4 P.M -- Ke Gheo
  • 5 P.M -- Bergossip, hahahihi
  • 6 P.M -- Liat video-video di laptop Gheo, Iffa ngenet
  • 7 P.M -- Laper, pesen nasi goreng mas coy
  • 8 P.M -- Pulang Kosan
  • 9 P.M -- Niat mau tidur, ga bisa tidur
  • 10 P.M -- Nonton The Island di Trans
  • 11 P.M -- Baru selesai, masuk kamar, nyalain laptop
  • 12 P.M -- Mulai nyadar kalo insomnia
  • 1 A.M -- Ngirim wall FB, bikin koneksi di LinkedIn
  • 2 A.M -- Browsing summer program
  • 3 A.M -- Browsing summer program, tapi mulai realistis
  • 4 A.M -- Mulai cape cari beasiswa, ngeadd anak UNYA di FB, liat-liat foto, semakin pengen ke luar lagi
  • 5 A.M -- Kangen SYMPHONESIA, googling
  • 6 A.M -- Update blog
Edan, edan tenan. Hidup gue sangat sangat sangat tidak produktif ya 24 jam ini. Dan sekarang udah mulai ngantuuuuk aja.

Tidur enak nih kayaknya.




David
Pikiran-Perut-Tenaga-setengahsadar

Sunday, January 10, 2010

When It Comes to An End

Terkadang, perpisahan bukanlah suatu hal yang menyenangkan. Bahkan bagi saya, perpisahan selalu menjadi sebuah hal yang sangat menyedihkan. Masih teringat bagaimana saya harus berpisah dengan Bandung dan pindah ke Pekalongan, beberapa tahun yang lalu. Atau momen-momen kepindahan saya ke Bandung (lagi) untuk kuliah. Semuanya mengharukan dan menjadi dua titik dalam hidup saya. Titik perpisahan dengan sesuatu yang sudah menjadi bagian dari keseharian dan juga titik awal sebuah babak baru.

9 November lalu, saya mengalami lagi perpisahan. Perpisahan pada suatu hal yang telah saya dan teman-teman perjuangkan sejak tujuh bulan sebelumnya. Perpisahan saya dengan SYMPHONESIA 2009.

Sesuai dengan rencana, SYMPHONESIA 2009 diselenggarakan pada 8 dan 9 November 2009 di 3 lokasi yang berbeda. Ruang Maluku Hotel Grand Aquilla, Jalanan dari Dipati Ukur hingga depan Gedung Sate, dan (sekali lagi) Sasana Budaya Ganesha menjadi tempat perpisahan itu, seklaigus tempat pembuktian...

... bahwa dengan segala rintangan yang ada, kami berhasil mewujudkan SYMPHONESIA 2009.

Ya, dimulai dengan pencalonan Ketua SYMPHONESIA 2009, yang akhirnya menjadikan Adya Widyadhana menjadi salah satu mahasiswa tersibuk selama setenga tahun kebelakang. Dan dimulailah fase-fase diskusi hingga tengah malam untuk menentukan tema dan lain-lainnya. Setelah memilih tema ASEAN untuk tahun ini, sata pun ditunjuk sebagai Program Director atau Koordinator Acara. Believe me, ini pertama kalinya saya menjadi koordinator untuk sebuah acara yang skalanya ASEAN, dan saya terima tugas ini sebagai sebuah tantangan dan arena pembelajaran bagi saya. Tentu saja, banyak hal yang dapat saya pelajari dengan bergabung dalam kepanitiaan saya kali ini. Selain belajar bagaimana membuat sebuah event, pelajaran lain pun akan saya dapatkan seperti bagaimana menghadapi orang, bagaimana menghandle krisis, bagaimana bernegosiasi, hingga bagaimana menerima pendapat, kesalahan, hingga prestasi. Sebuah pembelajaran yang mungkin tidak saya dapatkan di kelas dan di tempat lain.

Jadi, mulailah saya dengan tugas baru itu. Memilih tim yang pas untuk poduksi kreatif acara ini ternyata susah susah gampang. Ada banyak hal yang perlu saya pertimbangkan. Ada banyak orang yang masuk kualifikasi dan banyak pula yang hanya sekadar mencari eksistensi. Memilih teman untuk bekerja dengan saya, yang akan membantu saya, memberikan input, hingga mengingatkan saya, itulah yang paling sulit. Ada beberapa yang memang saya sudah tahu bagaimana reputasi dia dan untuk itu saya minta secara pribadi untuk bergabung. Ada beberapa yang saya sudah dengar kemampuannya, namun secara personal saya tidak tahu. Ada yang secara personal sudah saya kenal, tapi tidak tahu bagaimana dia bekerja. Ada yang tidak saya kenal, baik secara personal dan profesional. Setelah serangkaian seleksi, tarik ulur dengan divisi lain, hingga perenungan saya sendiri, saya memilih 20 orang untuk mewujudkan acara ini.

Saya kemudian membagi 20 orang tersebut menjadi 4 tim sesuai dengan rangkaian acara tahun ini. Mungkin banyak teman-teman yang ingin sekali bekerja di konser. Trust me, it have all the strees that might make you wanna cry, beside the opportunity to work in a show business. Sayangnya, saya sudah memutuskan untuk membuat tim konser seminim mungkin dengan harapan maksi. Saya tidak memprioritaskan satu acara dengan acara lainnya, karena menurut saya, SYMPHONESIA adalah kesatuan. Semua acara punya tantangan tersendiri, spesialisasinya tersendiri. Dan inilah misi saya dari awal, bahwa SYMPHONESIA akan dikenang sebagai multievent tersebesar di Bandung, atau bahkan di Indonesia nantinya, bukan hanya pagelaran musik saja. Ya, memotivasi teman-teman yang tidak bekerja di konser juga merupakan fokus saya. Saya juga berusaha untuk memberikan perhatian lebih pada mata acara lain. Yang saya inginkan adalah dimanapun teman-teman ditempatkan, mereka akan memberikan yang terbaik untuk acara ini.

Setelah memiliki tim yang saya rasa cukup handal untuk mewujudkan apa yang kita semua inginkan, mulailah bulan-bulan penuh kerjaan. Sebagai salah satu divisi yang ada di bawah teknis, memang pada bulan-bulan awal belum terasa sibuknya. Yang kami lakukan hanya mendeskripsikan acara, melihat peluang pengisi acara, muali mengontak dan lain-lain. Namun mulai bulan Agustus lah kami ini menjadi manusia-manusia sibuk. Mulai dari mengontak artis untuk konser, memikirkan jalur karnaval, mengontak tenant makanan dan minuman, mengontak Deplu, bersiap dengan teman-teman ASEAN, dan lainnya. Puncaknnya tentu saja hitungan mundur acara di satu bulan terakhir. Saat ini lah saya diuji, mulai dari artis yang tidak jadi tampil, pihak Deplu yang sedang sibuk, beberapa perwakilan ASEAN yang tidak bisa hadir, sampai hal-hal lainnya yang membuat saya berpikir bahwa I'm not the right man in the right place. Tekanan sebagai koordinator mulai dirasakan. Dan yang bisa saya lakukan hanyalah mengerjakan apa yang saya bisa saya berikan semaksimal mungkin dan diam.

Hari H pun tidak luput dari seribusatu detail yang tidak terpikirkan. Mulai dari tidak ada penyambutan di Gedung Sate, ada yang batal mengisi stand, hingga terlambat masuknya sound dan ligting dan kesalahpahaman di sound chechk. Duh duh duh, rasanya saya ingin langsung tanggal 10 November saja, ketika semua nya sudah selesai. Namun ini lah tantangannya, tantangan untuk semua panitia. Bagaimana dalam waktu yang singkat, dengan emosi yang sudah cukup sangat tinggi, harus tetap berpikir jernih dan juga menyelesaikan masalah yang ada.

Puji syukur kehadirat Illahi Rabbi, karena selama dua hari tersebut kami diberikan limpahan anugerah dan kesabaran serta kekuatan yang melimpah. Tidak pernah saya pikirkan bahwa saya akan menjadi orang di garda depan untuk sesuatu sebesar ini. Kecemasan seratus persen saya mulai hilang berangsur-angsur ketika seminar ditutup oleh moderator. Ketika romobongan karnaval berangsur-angsur meninggalkan gedung sate. Ketika saya melihat stand-stand dari negara ASEAN mulai terisi. Hingga akhirnya benar-benar lega ketika Glenn Freddly turun panggung. Sebuah pengalaman yang sangat membanggakan, memberikan banyak pelajaran, dan menginspirasi.

Dan akhirnya, perasaan sedih pun menghampiri ketika saya melangkahkan kaki keluar Sasana Budaya Ganesha pada tanggal 9 November tengah malam. Saya akan berpisah dengan pengalaman yang luar biasa. Ibaratnya, saya dan teman-teman adalah orang tua dari SYMPHONESIA 2009 dan dia telah lahir, dan sekarang kami membiarkannya untuk tumbuh dan berkembang. Ya, malam itu perasaan saya campur aduk. Sedih, senang, bangga, haru. Tapi, apapun yang telah kami lakukan, kami anggap itu sebagai prestasi tersendiri.

Terimakashi untuk semua yang terlibat. Tanpa kalian, ini hanyalah mimpi orang-orang di tengah malam di kosan Widhi.

Sekali lagi, terima kasih.





David

GLOBAL FASHION INVASION

GLOBAL FASHION INVASION
The World Fashion Industry and How Globalization Take A Part of It

Oleh : Muhammad David (170210070005)


Pendahuluan

Globalisasi, seperti yang telah banyak diketahui masyarakat, adalah sebuah idiom yang digunakan untuk menjelaskan fenomena dunia tanpa batas, the world without borders. Disebut sebagai fenomena dunia tanpa batas karena dengan adanya globalisasi batas-batas geografis, atau bisa juga dimaknai sebagai negara, bukan lagi menjadi penghalang akan aktivitas-aktivitas perpindahan manusia, barang, jasa, informasi, modal, bahkan pengetahuan. Perpindahan-perpindahan tersebut telah didukung dengan kemajuan teknologi yang memudahkan teknis bergeraknya hal-hal tersebut dan adanya penyesuaian-penyesuaian peraturan yang dibuat oleh negara sehinggan perpindahan tersebut dapat dilakukan dengan sangat cepat dan dengan biaya yang sangat minim. Salah satu bukti nyata dari adanya fenomena globalisasi adalah adanya arus informasi dengan akses yang cepat dan biaya yang terjangkau. Dengan didukung oleh kemajuan teknlogi, seperti internet, maka komunikasi yang melewati batas-batas negara pun dapat dilakukan dengan sangat cepat. Tentu saja, implikasi yang didapatkan dari adanya komunikasi internasional dari internet sangatlah luas. Komunkasi yang terjalin bukan hanya komunikasi yang dimaknai sebagai pertukaran informasi antara dua individu atau kelopmpok melalui proses-proses pengiriman dan penerimaan berita saja. Komunikasi juga, baik disadari atau tidak, telah mendukung berkembangnya aktivitas-aktivitas perdagangan dunia. Ditemukannya metode jual beli dengan perantara internet, seperti penggunan situs sebagai tempat jal beli hingga penggunaan kartu kredit sebagai alat pembayaran elektronik, telah mendorong adanya transaksi-transaksi perdagangan lintas negara, baik transaksi tersebut dalam bentuk retail atau transaksi ekspor impor. Selain sebagai media perdagangan, internet juga berperan dalam mengirimkan berita tentang apa saja yang sedang terjadi di negara lain hingga memuat apa saja yang sedang digandrungi oleh masayarakat di negara lain.

Salah satu contoh industri yang berkembang dengan adanya teknologi internet adalah industri fashion. Industri yang bisa dikelompokan ke dalam industri kreatif ini tentu saja menikmati adanya inyternet untuk mengembangkan industri tersebut. Setelah internet menjadi bagian dari kehidupan masayarakat dunia maka industri ini pun memanfaatkan kecanggihan internet dengan adanya situs-situs yang dapat digunakan sebagai sarana jual beli. Ketika dahulu seseorang harus datang ke department strore, butik, hingga flagship store untuk mendapatkan barang-barang yang dia inginkan, maka saat ini seseorang hanya membutuhkan koneksi internet, serta tentu saja kartu kredit sebagai alat pembayaran, untuk melakukan transasksi jual beli. Kegiatan inipun dapat dilakukan di mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja, tentu saja dengan keuntungan bahwa transakasi seperti ini sangatlah efektetif dan efisien. Tentu saja hal ini didukung oleh fakta bahwa semakin banyak orang yang terhubung dengan internet dalam kehidupan sehari-harinya. Tentu saja banyak penyesuaian yang dilakukan oleh pelaku industri untuk menggunakan fasilitas internet ini, seperti membuat sistem pengiriman yang cepat dan aman hingga memastikan bahwa transaksi kartu kredit di situs tersebut aman dari aktivitas-aktivitas hacker.

Selain untuk transaksi jual beli, industri fashion juga memanfaatkan tekonologi internet untuk memberikan referensi tentang perkembangan dunia mode. Dalam situs-situs perancang dunia, mereka menyertakan panduan gaya untuk musim kedepan, referensi pakaian, hingga katalog untuk koleksi-koleksi lama mereka. Ketika dulu seseorang harus terbang ke pusat-pusat mode dunia, seperti New York atau Paris, untuk bisa melihat koleksi terbaru atau yang akan datang dari sebuah rumah mode, maka saat ini hanya dengan mengakses internet, membuka situs, dan menikmati sajian paling hangat dari pusat-pusat mode dunia. Selain digunakan oleh perancang dan rumah mode, internet juga menjadi sarana bagi pendukung industri fashion lainnya. Salah satu contohnya adalah ¬blog, sebuah situs internet pribadi, yang dimiliki oleh kritikus hingga peminat fashion lainnya. Internet sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari industri fashion dunia.

Jika internet mampu meningkatkan volume perdagangan dari industri tersebut serta memberikan alternatif lain bagi para fashionista untuk mengikuti perkembangan industri fashion, lalu bagaimana dengan keadaan industri tersebut sebelum era kejayaan internet? Lalu apakah bergeraknya industri fashion hanya berpengaruh bagi perdagangan dan arus informasi semata? Bagaimana dengan budaya dan identitas masayarakat? Apakah industri fashion semakin jaya di era globalisasi ini? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang sekiranya ingin penulis coba jawab dalam essay yang singkat ini.

Sejarah Singkat Industri Fashion Dunia

Pertama-tama, untuk memahami bagaimana industri ini tumbuh di masayarakat, marilah kita lihat sejarah singkat dari industri fashion dunia. Banyak orang yang berpikir bahwa industri ini berkembang sejak adanya Revolusi Industri di Inggris. Ada juga yang berpendapat bahwa industri ini baru ada setelah dunia menjadi seperti saat ini. Namun, jika kita teliti lebih dalam maka kita dapat memahami bahwa industri ini telah ada jauh sebelum rumah mode dunia melakukan ekspansi industrinya. Dalam sebuah artikel di majalah Vanity Fair, sebauh potret dari Marie Antoinette yang dilukis oleh Vigee-Leburn memperlihatkan beliau dengan sebuah gaun rancangan Rose Bertin. Potret tersebut diproduksi pada tahun 1783. Jauh sebelum itu, cikal bakal industri ini telah ada melalui adanya perdagangan kain dan pakaian jadi. Sebagai bahan pembuatan pakaian, kain menjadi salah satu komoditas perdagangan yang cukup menjanjikan. Sebagai salah satu aksi nyata dari perkembangan industri tersebut, maka Pemerintah Perancis membuat sebuah badan untuk mengurusi industri ini yaitu Chambre Syndicale de la Haute Couture Parisienne, yang berarti Serikat Dagang Adibusana Paris pada tahun 1868. Pada saat itu, yang tergabung dalam serikat dagang tersebut hanyalah perancang yang membuat rancangan adibusana atau haute couture. Haute couture adalah sebuah istilah yang digunakan bagi sebuah rancangan yang dikerjakan oleh tangan (hand made and hand-finished) yang disesuaikan dengan ukuran asli dari konsumennya. Penggunaan mesin jahit sangat tidak diperbolehkan dalam rancangan jenis ini.

Seiring dengan berkembangnya industri, di mana perancang dan rumah mode tidak hanya dimiliki oleh Perancis saja, maka pada tahun 1973 Pemerintah Perancis mengembangkang serikat dagang tersebut menjadi Fédération Française de la Couture, du Prêt-à-porter des Couturiers et des Créateurs de Mode atau dalam Bahasa Inggris dikenal sebagai French Federation of Fashion and of Ready-to-Wear of Couturiers and Fashion Designers. Meskipun federasi ini berada di Perancis serta berasa di bawah Departemen Perdagangan Perancis, namun pengaruh serikat dagang ini dapat dirasakan di seluruh dunia. Melalui badan inilah standarisasi industri fashion dibentuk. Menurut aturan yang ada, perancang adibusana adalah seseorang yang membuat rancangan yang dikerjakan oleh dengan tangan dalam sebuah tempat yang mempekerjakan setidaknya dua puluh orang di Paris, Perancis. Dalam satu tahun, seorang perancang adibusana setidaknya harus menampilkan dua puluh lima rancangan dalam dua kali peragaan pada bulan Januari dan Juli, dalam dunia fashion saat ini pagelaran tersbut sering dikenal dengan nama Fashion Week. Selain itu, dalam proses pengerjaannya, perancang tersebut harus menggukan ukuran asli konsumen, bukan standar ukuran baju pada umumnya, dan melakukan serangkaian fitting sebelum karyanya ditampilkan. Dari sekitar dua ratus orang anggotanya sebelum Perang Dunia II, saat ini hanya tinggal sebelas orang yang masih aktif menampilkan karyanya dan hanya dua orang berkebangsaan Amerika Serikat yang pernah menjadi anggota serikat dagang tersebut, Maibocher (telah pesiun pada tahun 1971) dan Ralph Rucci. Setelah lima tahun dan sepuluh set koleksi, barulah seorang calon anggota mendapatkan keanggotaan penuh dan dapat menyandang predikat sebagai Haute Coutier.

Permasalahan yang dihadapi adalah bahwa dalam sistem tersebut, seorang perancang hanya boleh memperlihatkan rancangannya di ‘rumah mode’nya sendiri dalam sebuah private function. Lalu, bagaimana mungkin seorang masayarakat biasa, dengan kemampuan finasial pada umumnya, dapat menikmati rancangan tersebut? Hal itu diatasi dengan oleh para pemilik pusat perbelanjaan besar seperti Harrods dan Neiman Marcus dengan cara membeli hak untuk mereproduksi rancangan menjadi koleksi ready-to-wear dan menjualnya dengan harga yang tentu saja di bawah standar rumah mode. Permasalahan pun tidak selesai sampai di sini. Perangcang tentu saja menginginkan bahwa dirinya dapat menjual rancangannya sendiri. Maka, terobosan pun diambil oleh Yves Saint Laurent, seorang perangcang asal Paris, Perancis yang saat ini namanya menjadi salah satu nama rumah mode besar dunia, pada tahun 1966 dengan membuat koleksi siap pakai pertamanya. Maka, pada tahun 1973 serikat dagang pun merestrukturisasi lembaganya menjadi Fédération Française de la Couture, du Prêt-à-porter des Couturiers et des Créateurs de Mode dan membaginya menjadi tiga badan khusus yaitu, Chambre Syndicale de la Haute Couture untuk perancang adibusana, Chambre Syndicale de la Mode Masculine untuk perancang pakaian siap pakai bagi pria, dan Chambre Syndicale du Prêt-à-porter des Couturiers et des Créateurs de Mode bagi perancang pakaian siap pakai bagi wanita. Dengan restukturisasi tersebut, maka seorang perancang dapat menyebut dirinya perancang mode meskipun dirinya tidak membuat koleksi adibusana. Hal ini tentu saja memperkuat industri fashion karena fashion saat ini dapat dimaknai sebagai hasil rancangan, bukan hanya rancangan adibusana, sehingga perancang dapat membuka gerai pakaian siap pakainya di seluruh dunia dan merubah gaya hidup masyarakat dunia.

Apa Sebenarnya Fashion Itu ?

Meskipun telah banyak masyarakat yang menggunakan idiom fashion dalam kehidupan sehari-hari, namun banyak juga yang masih belum mengetahui apa fashion itu sebenarnya. Apakah hal tersebut termasuk seni atau merupakan bagian dari kebudayaan masayarakat? Hal ini sebenarnya telah banyak diperdebatkan, baik oleh para penggiat industri, penikmat fashion hingga masyarakat biasa. Tentu saja tidak ada yang salah dari pendapat-pendapat tersebut. Sekarang, mari kita menganalisis apa fashion itu sebenarnya.

Pertama-tama, fashion sebagai seni. Seni sendiri dapat diartikan sebagai hasil dari hasil atau proses cipta manusia yang memiliki nilai estetika yang tinggi dan menggandung unsure emosional dari yang membuatnya. Dalam proses berkeseniannya, seorang seniman dapat menggunakan media apapun untuk mengekspresikan dirinya. Lukisan, patung, musik, dan tari serta sastra adalah media yang sering digunakan oleh para seniman tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu, serta diiringi dengan penemuan-penemuan media-media lainnya melalui teknologi, media seni pun berkembang. Film hingga seni dengan menggunakan media campuran telah menjadi bagian dari seni masa kini. Fashion sebenarnya didasarkan pada seni gambar. Sketsa rancangan yang digambarkan di atas kertas kemudian di wujudkan dalam bentuk aslinya. Pada mulanya, para perancang busana berkarya untuk para keluarga kerajaan serta untuk pementasan teater. Oleh karena itu, jika kita lihat rancangan mulai zaman Marie Antoinette yang kita lihat adalah rancangan dengan detail rumit dan tidak mungkin dibayangkan untuk digunakan sebagai pakaian sehari-hari. Seiring berevolusinya fashion menjadi sebuah industri, saat ini bentuk seni rancang dapat dilihat dalam karya adibusana. Rancangan adibusana, meskipun juga dikomersilkan, namun tetap dianggap sebagai sebuah bentuk karya seni. Dalam rancangan jenis tersebut, idealisme perancang dapat terlihat jelas dan setiap perancang mempunyai ciri khasnya masing-masing. Contohnya, Jean Paul Gaultier yang selalu tampil dengan kesan feminine dan berani atau Givenchy yang tampil dengan gaya elegan.

Kedua, fashion ebagai bagian dari kebudayaan. Kebudayaan adalah keseluruhan hasil pemikiran manusia yang telah dirangkum dalam waktu yang panjang. Budaya berakar dari kebiasaan dan nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat. Salah satunya adalah pakaian sebagai perlindungan tubuh dari cuaca. Pakaian, dalam beberapa kebudayaan, juga berfungsi sebagai simbol kesopanan hingga simbol status bagi seseorang. Sebagai pertahanan terhadap cuaca, masyarakat di penjuru dunia memiliki tradisi tersendiri yang diseuaikan dengan keadaan iklim di mana masyarakat tersebut tinggal. Bagi mereka yang tinggal di daerah-daerah dengan empat musim sepanjang tahunnya, maka paling tidak masyarakat membutuhkan dua jenis pakaian, pakaian untuk musim panas/semi dan pakaian untuk musim dingin/gugur. Bagi masyarakat yang tinggal di dareh tropis maka pakaian yang dibuthkan adalah pakaian yang tidak terlalu tebal karena matahari bersinar sepanjang tahun dan beberapa jenis pakaian tambahan yang dibutuhkan selama hujan tiba. Pada zaman dahulu, pakaian dibuat sendiri oleh pemakainya, namun seiring berubahnya zaman, masyarakat pun memilih untuk membeli pakaian yang sudah jadi. Pakaian juga dapat menjadi simbol status dari seseorang. Dalam kebudayaan Jawa misalnya, terdapat beberapa jenis motif batik yang memang dikhusukan untuk keluarga Keraton. Rakyat biasa tidak diperbolehkan untuk memakainya. Keadaan-keadaan tersebutlah yang akhirnya menjadi permintaan bagi industri fashion. Pakaian siap pakai menjadi salah satu produk industri yang sangat menjanjikan. Meskipun tidak semua masyarakat akan mengganti seluruh wardrobe nya dalam kurun waktu tertentu, namun dengan status pakaian sebagai salah satu kebutuhan pokok masayarakat, pemintaan pasar akan tetap ada.

Ketika fashion diartikan sebagai rancangan haute couture, maka sebenarnya kita sedang membicarakan fashion sebagai sebuah seni. Namun, ketika fashion diartikan sebagai rancangan siap pakai, maka kita sedang berbicara fashion sebagai sebuah budaya masyarakat. Tentu saja, fashion merupakan salah satu bentuk dari industri kreatif, di mana industri tersebut sangat bergantung dengan kreatifitas para seniman. Pada akhirnya, industri fashion saat ini telah menjadi salah satu industri yang telah mendunia.

World Fashion Industry

Seperti telah disinggung pada bagian sebelumnya bahwa fashion telah menjadi sebuah industri dan tentu saja industri tersebut sangat menjanjikan. Masyarakat saat ini telah menjadi masyarakat yang sangat konsumtif terhadap produk-produk fashion, baik pakaian maupun aksesorisnya. Beberapa produk fashion pun telah menjadi barang mewah dan hanya dapat dikonsumsi oleh kalangan tertentu saja, mengingat harganya yang sangat tinggi. Industri ini tentu saja dimotori oleh banyak munculnya rumah mode dunia, baik yang hanya membawahi satu merek dagang tertentu, membawahi beberapa merek dagang hasil karya satu perancag, hingga sindikasi dagang yang membawahi banyak merek dagang dan menjdai raksasa fashion dunia. Beberapa rumah mode pun telah tercata di bursa saham dunia, contohnya New York Stock Exchange, dan mempunyai nilai saham yang terbilang tinggi. Tentu saja, dengan berubahnya makna fashion, yang bukan hanya menjadi seni atau kebutuhan, tetapi juga menjadi industri, menjadikan fashion juga bergantung pada keadaan ekonomi yang sedang dihadapi masayarakat. Krisis moneter atau adanya bencana atau perang menjadi salah satu faktor naik turunnya nilai penjualan tahunan industri ini. Dalam artikelnya di majalah Vanity Fair edisi September 2009, Amy Fine Collins mengutip dari artikel The New York Times pada tahun 1965 bahwa setiap 10 tahun sekali tanda-tanda kematian industri ini datang. Hal ini jelas menunjukan bagaimana industri ini mengalami pasang surut dan dimungkinkan untuk hancur. Namun, sejarah telah membuktikan bahwa industri ini masih dapat bertahan hingga saat ini.

Pada awal mula industri ini berkembang di Paris, mungkin tidak pernah terbayangkan bahwa fashion akan menjadi salah satu industri yang mendunia. Seiring dengan berjalannya waktu, industri ini telah hadir di hampir seluruh pelosok dunia. Dari pusatnya di benua Eropa hingga Asia. Dari Amerika melintasi Afrika hingga kawasan Timur Tengah. Industri fashion telah menjadi salah satu industri kreatif yang maju sejalan dengan inustri film dan industri music. Lalu bagaimana mungkin industri ini mendunia? Jawabannya adalah melalui sistem perdagangan dunia. Pada bagian pendahuluan, penulis telah menjelaskan bagaimana industri-industri sangat terbantu dengan adanya penemuan teknologi di bidang informasi dan telekomunikasi serta di bidang transportasi. Melalui teknologi transportasi, produk-produk fashion dikirim ke berbagai belahan dunia. Mungkin kita masih ingat bagaimana dahulu kala para pedagang datang menggunakan kapal dan melakukan transaksi jual beli di pelabuhan-pelabuhan yang disinggahinya. Jalur Sutera juga dilatarbelakangi oleh pencarian akan sutera sebagai bahan untuk membuat pakaian. Itulah cikal bakal perdagangan produk fashion. Saat ini, pengiriman masih dilakukan dengan kapal, juga dengan pesawat terbang, namun dengan teknologi dan kuantitas yang lebih besar dan lebih canggih. Sebuah karya Chanel dapat dikirim ke Indonesia melalui proses shipping. Kedua adalah adanya penemuan di bidang teknologi komunikasi. Mungkin kita harus berterima kasih pada jaringan global, internet. Melalu internet, rumah mode dunia dapat mempromisikan koleksi terbaru mereka serta melakukan transaksi penjualan via internet.

Lalu, apakah industri fashion berdiri sendiri? Tentu saja tidak. Banyak industri-industri lain yang mendukung keberlangsungannya industri ini. Beberapa diantaranya adalah indusrti telekomunikasi, industri perhubungan, media, serta industri retail. Industri telekomunikasi berperan dalam hal menyebarluaskan adanya industri ini serta menjadi perantara antara konsumen dan produsen. Industri perhubungan dibutuhkan sehubungan bahwa produksi fashion masih berpusat di beberapa kota di dunia. Kedua industri tersebut, industri telekomunikasi dan perhubungan, telah dijelaskan sebelumnya. Dua industri lainnya yang mendukung industri ini adalah industri media dan retail. Seperti kita telah sama-sama ketahui, media mempunyai pengaruh kuat bagi masyarakat. Media membentuk opini publik serta membawa perubahan bagi masayarakat. Industri media saat ini sangat fokus pada industri fashion. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya beberapa majalah yang memang ditujukan untuk membahas tentang bentuk seni yang satu ini. Elle, Vouge, Harper’s Bazzar, Vanity Fair, L’uomo Vouge, QC, dan Folio adalah sedikit dari banyak majalah jenis tersebut. Kebanyakan majalah tersebut berasal dari Amerika Serikat atau Eropa. Namun, majalah tersebut juga hadir dalam versi lokal, di mana konten utamanya sama dengan versi internasionalnya dan disisipi konten lokal. Terkadang, jika sebuat item fashion ditampilkan di majalah, maka dapat dipastikan bahwa item tersebut akan menjadi tren. Selain media, inndustri ritel juga mendukung bergeraknya industri fashion . Ritel adalah sebuah perusahaan dagang yang melayani pembelian eceran. Mungkin sebuah rumah mode menganggap bahwa pemukaan sebuat flagship store atau independent store di sebuah wilayah tidak akan memberikan keuntungan atau bahkan akan merugi, namum rumah mode terebut juga dihadapkan bahwa ada pasar konsumen potensial di sana, maka retail adalah solusinya. Retail hadir dalam bentuk pusat perbelanjaan, di mana kita dapat menemukan banyak merek dagang hanya dengan mengunjungi satu tempat saja. Di Indonesia, retail hadir dengan nama Metro atau Debehams.

Globalisasi dan Fashion

Di mana sebenarnya letak irisan antara globalisasi dan fashion? Mungkin masyarakat masih mengasosiasikan globalisasi dengan isu-isu high politics. Mungkin juga masyarakat masih mengasosiasikan globalisasi dengan isu-isu low politics. Mungkin tidak pernah terpikirkan oleh masyarakat bahwa globalisasi dan fashion berhubungan. Hubungan fashion dan globalisasi dibangun ketika kita berbicara bahwa dengan adanya globalisasi, fashion menjadi sesuatu yang global. Hal ini tentu saja mempengaruhi beberapa hal. Pertama adalah budaya berpakaian masyarakat. Pernahkah anda bayangkan jika Coco Chanel tidak merancang blazer dengan celana panjang bagi wanita maka kita tidak pernah bisa melihat Hillary Clinton, Secretary of State Amerika Serikat, menggunakannya dan menjadi cirri khasnya. Pernahkah anda banyangkan jika Audrey Hepburn tidak menggunakan blus hitam tidak berlengan rancangan Givenchy dalam Breakfast at Tiffany’s mungkin blus hitam hanya akan digunakan di pemakaman. Atau jika Burberry tidak mendesain mantel panjang dengan berbagai model. Hal itulah yang mrubah cara seseorang berpakaian. Fashion memberikan alternatif lain pada budaya yang sudah ada serta memberikan identitas baru pada seseorang. Tentu saja hal ini dapat terjadi karena adanya arus informasi yang sangat cepat yang merupakan salah satu bagian dari proses gloalisasi. Hubungan kedua dapat kita lihat dari sisi perdagangan. Dengan adanya globalisasi yang memudahkan mobilisasi arus barang. Mungkin kita tidak dapat melihat butik Louis Vuitton di Plaza Indonesia jika tidak ditemukan moda transportasi yang dapat membawa produk tersebut dari Paris. Dua hal tersebut jelas menjelaskan bagaimana fashion sangat erat kaitannya dengan globalisasi dab globalisasi menjadikan industri tersebut dalam posisinya saat ini.

Global Fashion Invasion : Penutup

Ya, disadari atau tidak, menerima atau tidak, serangan fashion global telah menjadi bagian dari keseharian kita. Prada, Armani, Versace, Dior, Hugo Boss, Jimmy Choo, Sak’s, Neiman Marcus, Debenhams, Tifanny’s, Louis Vuitton bahkan Nike dan Puma bukanlah hal yang asing bagi kita. Bagaimana kita menyikapinya, apakah kita akan terseret dalam arus utama fashion dunia atau hanya menjadi penonton masyarakat yang menggunakannya, akan kembali pada diri kita masing-masing. Silakan anda menyikapinya dan jadilah bijak dengan pilihan anda.


Referensi

Collins, Amy Fine. 2009. Toujuors Couture. Dalam Vanity Fair edisi September 2009. New York : Conde Nast Publications


P.S. Ini tugas akhir saya untuk mata kuliah Globalisasi : Isu dan Kontroversi. Rada sedikit beda emang dibanding dengan bahasa lainnya. Oh ya, silahkan memberikan pendapat ya.