Tuesday, October 12, 2010

Terbanglah Bersama Garuda

Demi sesuatu yang besar, butuh pengorbanan yang besar pula.

Demi tiket murah, kemah di JCC pun dijabanin.

Dengan azas ingin tiket di bawah 6 juta rupiah, atau mungkin di bawah 5 juta rupiah, untuk perjalanan selanjutnya ke Australia, saya dan teman-teman memutuskan untuk bertaruh di Garuda Indonesia Travel Fair 2010. Setelah mendapatkan sms dari Lydia tentang GATF 2010, saya mulai mencari informasi di internet, dan terkejut bahwa CGK-MEL return hanya 410 USD. Bandingkan dengan fare normal yang sampe 700++ USD. Murah bukan?

Mulailah kami menyusun strategi dan mengumpulkan uang, dengan harapan 5 juta dapet tiket plus satu tiket untuk pempimbing. Sayangnya saya kurang jeli. 410 itu basic fare yang mana harus ditambah pajak, fuel, dll. Sayangnya lagi saya baru sadar itu ketika besoknya berniat untuk ke Jakarta bersama Nabila, teman saya yang lainnya. Jadilah semalaman cari info berapa pajak GA, dengan lihat kalkulasi tiket CGK-ICN saya, yang hanya 70 USD. Asumsi nih. Saya juga cari alternatif lain. Qantas yang 560 basic fare jadi 775 setelah tax. AirAsia direct MEL harus via KUL. Cathhay, via SIN atau HKG malah 1400-an. Gila ini. JetStar full booked. Maka demi kejelasan, diputuskan bahwa besoknya saya akan ke Garuda Bandung untuk konfirmasi pajak, untungnya saya kenal satu orang yang kerja di sana.

Ternyata, pajak untuk basic fare 410 adalah 140 USD! Jadi, kurang uang ceritanya. Paniklah saya dan minta uanglah saya ke teman-teman, dengan asumsi dapet tiket yang 550. Ke Jakarta dan baru ke GATF jam 6-an. Ternyata, yang berburu tiket bukan 100-200 orang, bisa dibilang ribuan. Apalagi ada midnight sale. Setelah mengantri di salah satu booth hampir satu jam, ternyata untuk tanggal yang kita pilih flight baliknya full booked. Cari tanggal berkali-kali, mbaknya bete. Kita disuruh mundur. Pindahlah Nabila ke booth lain, Shilla Tour, sementara saya mengantri ulang. Sayangnya, di booth yang awalnya teratur, mulai chaos. Mualilah saya pindah ke Shilla juga. Midnight sale tutup jam 12. Kita baru duduk jam 12. Untung si mbak masih mau ngurusin. Muailah mencari lagi, sayangnya memang full booked. Si mbak berjanji besok mau bantuin, tapi harga mungkin naik. Berdoa aja deh kita. Jam 2 baru pulang. Capek banget.

Besoknya, dengan mantapnya sampai JCC sebelum buka, dan atrian udah panjang aja. Langsung ke Shilla, dan ketemu mbak ang beda. Cari tanggal, dapet, sayang flight baliknya di waiting list. Si mbak nawarin combine jadi 587 untuk 10 hari stay. Keluar cari minum, sampe jam satu. Mulai ngumpulin duit lagi. Balik ke dalam, ternyata 587 hanya buat 7 hari. Paniklah kita, nge-push biat 10 hari. Sayang ga bisa. 557 tetep dihold, eh tetep waiting list. Ditawarin 597 buat 10 hari. Keluar, bingung, pengen nangis, kesel. Telpon sana, telpon sini. 911.

Balik lagi, 597. Cari tanggal. Dapet CGK-MEL dan MEL-DPS-CGK. Udah oke tuh. DPS-CGK tinggal 4 seat, si mbak bolak-balik ke Garuda. Kita duduk lemes. Ehhhh, ternyata ga bisa. Retur harus jalur yang sama. CGK-MEL-CGK atau CGK-DPS-MEL-DPS-CGK. Tentu opsi pertama, tapi ga ada. Akhirnya oke opsi kedua, dengan mundurin berangkat satu hari. Total 9 hari perjalanan termasuk terbang. Booked. Issued. Bayar.

Pengen teriak rasanya keluar JCC, udah jam 5 sore aja gitu.

So, teman-teman, dari 18-26 November, saya dan tujuh teman saya, plus satu pembimbing, akan berada di Australia. Doakan trip kali ini menyenangkan dan lancar.

Jadi makin cinta sama Garuda Indonesia, ga sia-sia jadi Frequent Flyer.

Sekarang, revisi proposal dan travel plan.

I'm excited, by the way!!!!



David

Thursday, October 07, 2010

Berburu Tiket

Selamat malam semuanya, untuk yang berada di Indonesia dan sekitarnya.

Kali ini saya sedikit super-excited dan super-pusing.

Jadi, kami-kami ini yang sudah tingkat 4, selain mempunyai kewajiban untuk segera mendaftarkan diri sebagai salah satu penstudi HI yang akan menuliskan skripsinya, di mana saya masih stuck di milih judul, ternyata juga mempunyai kewajiban yang disambut sukaria oleh semua, yaitu .... Praktikum Profesi.

Praktikum profesi seyogyanya adalah wadah bagi kami untuk mengaplikasikan apa aja yang dapat kami serap di kelas dalam sebuah kegiatan observasi lapangan. Dibawah naungan Laboratorium HI dan Jurusan HI UNPAD, kami akan mengamati serta mensimulasikan hasil observasi lapangan kami dalams sebuah pameran nantinya. Beban kreditnya juga cukup lumayan, 3 SKS. Dan pastinya semua berharap tidak mengulang, karena 'tradisinya' ini adalah acara per-angkatan.

Jadi kabar tentang praktikum ini sudah berhembus sejak akhir semester lalu. Merujuk pada praktikum sebelumnya, kami nati akan memilih destinasi, yang tentunya disesuaikan dengan banyak faktor, untuk kemudian melakukan beberapa kunjungan ke institusi yang berkaitan. Saya dan beberapa teman saya sudah mantap memilih Australia sebagai destinasi kami nantinya. Pertimbangannya, Australia itu luar negeri, relatif jauh, dan berbahasa Inggris. Bisa dibilang satu-satunya negara barat di wilayah Asia ini. Kami juga memperjuangkan agar kami bisa pergi dengan 'gaya kami', demi menekan pengeluaran, yang mudah-mudahan bisa dialokasikan ke pos lainnya, belanja mungkin.

Tapi itu cerita dulu, sebelum saya bertolak selama dua bulan di Korea. Ditunggu-tunggu kok ya belum pasti programnya, akhirnya, saat sebelum saya ke Korea, proyek kami ini dipetieskan. Berimbas pada pengeluaran selama di Negeri Gingseng, yang artinya, tidak menabung.

Angin segar datang awal minggu ini, bahwa dengan sistem praktikum baru, segala keinginan kami bisa diakomodir. Mulailah kami, yang dulunya sudah berangan-angan akan ke benua Kangguru, melelehkan lagi rencana itu. Dengan batas waktu pengumpulan hasil yang hampir dua bulan lagi, kami main-main dengan waktu.

Saudara-saudara, satu hal yang membuat ribet saat mau ke luar negeri menurut saya ada dua : tiket dan Visa. Untuk Visa Australia, saya baru saja chatting dengan teman saya yang juga ke New York bareng setahun yang lalu, menurutnya Visa Australia tidak akan seribet Visa US. Saya juga sudah survey di internet mengenai proses pembuatannya, yag mudah-mudahan tidak ribet.

Nah, jadinya masalahnya tinggal satu kan : tiket. Entah mengapa tiket ini kok ya ngeribetin banget. Direct flight dari Jakarta-Melbourne hanya dimiliki oleh Garuda Indonesia, dan harnganya lumayan, Untungnya akan ada GAFAIR 2010, yang memberikan potongan harga hampir 50%. Sayangnya, kalau memang kami niat ngejar tiket ini, kami harus sudah siap booking ... akhir minggu ini. Gosh!

Pilihan kedua adalah Qantas, yang meski beda 100 USD dengan tiket GA promo, tapi mudah-mudahan masih banyak tersedia. Oh iya, Qantas juga ga direct Melbourne, harus transit di Sydney dulu ternyata.

100 USD, satu jeans lah ya, atau support makan satu minggu. Hmmmmm.

Berburu tiket itu emang asik! Menelusuri website setiap maskapai dengan harapan ada tiket murah dengan destinasi impian. Kadang-kadang buat penyemangat saya setiap pagi.

Tapi entah mengapa, kali ini terasa ribeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeet aja!



David

Sunday, October 03, 2010

Balada Tahun Keempat

Tidak terasa, sudah tiga tahun lamanya saya di Jatinangor untuk menuntut ilmu. Meskipun lebih banyak mainnya daripada di kelasnya, ada perasaan tersendiri ketika KRS awal tahun ajaran ini. Beban SKS mulai meringan seiring berjalannya waktu akademis, namun bukan berarti beban hidup juga turun dengan drastisnya. Entah kenapa, awal tahun ini seakan menjadi titik mula pembuktian saya dan teman-teman satu angkatan akan apa yang telah kami lakukan selama tiga tahun ke belakang. Ya, kawah candradimuka sudah di depan mata kawan-kawan! Siap ga siap, itulah realita.

Di mulai dengan adanya pilihan untuk mencantumkan Usulan Penelitian (yang berbobot 3 kredit) dan Skripsi (yang berbobot 6 kredit) pada rencana studi kami semester ini. Skripsi adalah kawah candradimuka itu! Peru tenaga lebih yang disalurkan, ini bukan hanya makalah 50 lembar untuk Tugas Akhir. Bisa dibilang, inilah pembuktian kami pada banyak pihak, mulai dari orang tua, teman, hingga dosen, bahwa selama tiga tahun kami menyerap apa yang dibincangkan di kelas. Kami memahami betul setiap teori dan aplikasinya. Dan kami kreatif serta inovatif dalam menuliskannya.

Mulailah kami menjadi makhluk-makhluk yang rajin ke perustakaan. Mencari ilham untuk tiga tema pra-usulan yang nantinya akan menentukan langkah selanjutnya. Saya pribadi baru mantap dengan dua angan-angan di kepala, sangat berat untuk merangkainya menjadi kata-kata satu halaman masing-masing tema. Teman saya ada yang sudah mengajukan judul, bahkan menjalani seminar usulan. Saya seakan-akan jalan di tempat! Hanya bermimpi sembari tanya sana tanya sini.

Bertanya pada kakak kami yang suda lulus, sudah sidang skripsi, sudah UP, sedang bimbingan mengakibatkan saya berkesimpulan bahwa pengalaman yang dilalui akan beragam. Saya takut, takut membanyangkan bagaimana saya nantinya! apakah target lulus Agustus ini tercapai? Atau saya akan menjadi sebagaian yang entah bagaiamana caranya akan berurusan lama dengan skripsi?

Maka seakan ada alarm kencang yang dibunyikan, "Hei kalian 2007, sudah saatnya bersikap dan menghasilkan sesuatu". Ada deadline yang harus dipenuhi.

Semoga balada ini akan dilalui dengan penuh sukacita, bukan dengan nestapa.

Semoga ...



David

Udah lama, ada yang kangen ga?

Halo, selamat siang.

Ya ya ya, judul di atas emang minta dikomenin banget. Dan ga tau deh ada yang mau ngasih komen atau ga. LOL.

Yang pasti memang saya sudah lama ga main-main lagi ke blog saya ini. Alasannya bisa beribu dan cukup dibentangkan dari Jatinangor sampe Dago. Tapi ga tau kenapa, di tengah-tengah kesibukan tugas ini (satu presentasi dan dua tulisan filsafat), saya pengen banget nulis. Jarang-jarang lho kepengennya sampe pengen banget. yang pasti ini ada ujan dan ada petir, mengingat emang itu faktanya, dan berharap ada yang baca posting ini.

Jadi selama ini saya kemana aja?

Ada kok, makin sering online. Cuma ya itu tadi, keinginan buat nulisnya lagi ga ada. Dan emang alasan klasik ya. Yang pasti saya sehat walafiat, meski cuaca saat ini ga bisa ditebak juga. Yang pasti sampai akhir 2010 ini, saya bersyukur masih diberikan kesehatan sama Allah SWT, masih diberikan kesempatan untuk menikmati hidup, dan juga rezeki yang berlimpah.

Sekedar review aja, awal 2010, setelah hampir satu bulan saya KKN di daerah Indramayu, saya ke Malaysia sekitar satu minggu untuk mewakili UNPAD dan Indonesia di the First ASEAN Student Convention on Leadership and Integrity di Selangor. Perjalanan yang unbelievable karena dadakan dan murni ga sengaja. Nanti di posting lainnya ya saya akan nulis ini, promise! Selanjutnya, selama Juni-Agustus kemarin, saya berada di Korea Selatan untuk summer school di Ajou University. Khusus untuk yang ini, tadinya saya berencana untuk membuat blog khusus dan melaoprkan secara langsung dari negerinya Lee Min Ho itu, tapi kok ya di sana malah main terus. Blognya juga udah saya hapus karena hanya satu posting doang. Sama seperti pengalaman saya di Malaysia, I'll try to make a post about it!

Lalu apa coba hubungannya sama judul di atas?

Ada lho!

Melalui dua perjalanan tadi, saya mendapatkan teman-teman baru. Dan terima kasih untuk teknologi, kami masih saling terhubung melalui Facebook. Dan sudah hampir dua bulan, kalau dihitung dari Agustus, saya mulai kangen dengan teman-teman saya itu. Ingin rasanya booking tiket dan langsung terbang untuk ketemu mereka, tapi ga mungkin lah ya. Dan saya yakin mereka juga merasakan hal yang sama.

Dari perasaan itulah, saya akan membuat janji, bahwa suatu hari saya akan mengunjungi mereka. Di belahan dunia manapun mereka berada. Seperti tag line Ajou Summer School tahun ini, Forever in Our Memories. Pertemanan baru ini saya syukuri sebagai karunia yang diberikan-Nya. Karena akhirnya saya punya teman di hampir semua benua di dunia.

Hmmmm, interesting kah?


David

Tuesday, April 27, 2010

Sheila Majid, A True Classy...


"Kaulah satu-satunya
Di antara berjuta
Insan Teristimewa"

Sheila Majid - Lagenda

Kali ini saya ingin bercerita tetang Shelia Majid. Saya sangat menyukai musik dan menghargai setiap orang yang berada di dalam industri tersebut. Menurut saya, industri kreatif bukan hanya memerlukan penguasaan bisnis yang mantap, tetapi juga kreatifitas yang tanpa batas. Dari sekian banyak jenis musis, saya paling salut dengan solois. Mengapa solois, disaat mungkin banyak orang mengidolakan band? Menurut saya untuk menjadi solois dibutuhkan bukan hanya sekedar talenta, tapi juga keberanian, keberanian yang besar. Bayangkan jika band sedang berada di sebuah pertunjukan, maka sang vocalis, meski menjadi pusat perhatian, namun dapat berbagi tugas itu dengan anggota band yang lain. Fokus kamera pun tidak akan selalu menyoroti dia. Berbeda dengan solois. Yang mereka jual adalah mereka sendiri. Meskipun mereka diiringi oleh orkestra dengan ratusan pemain, sorot lampu panggung hanya milik dia seorang. Dan percayalah, berdiri di ratusan, bahkan ribuan orang, selama beberapa menit hingga hitungan jam bukanlah hal yang mudah. Dalam hal ini, bukannya saya tidak menyukai band. Saya masih suka band kok. Siapa coba yang tidak suka Coldplay, atau bahkan Petertpan, namun untuk masalah playlist di Winamp, saya lebih menyukai solois, pun untuk melihat live performancenya.

Dan ketika saya sudah jatuh cinta dengan seorang solois, saya akan jatuh cinta, siapapun dia...

Jadi, pertemuan saya dengan Sheila Majid pertama kali terjadi jauh sebelum saya tahu musik secara dalam. Ketika saya masih berada di Sekolah Dasar, ibu saya memiliki sebuah VCD Karaoke, dan salah satu lagu di dalamnya adalah Cinta Jangan Kau Pergi. Lagu itu, menurut saya, adalah salah satu ballad terbaik yang pernah diciptakan dan dibawakan oleh penyanyi berbahasa Indonesia. Saat itu saya belum tahu bahwa penyanyi yang menyanyikannya adalah seorang Malaysia. Ya, Sheila Majid adalah salah satu biduan negeri jiran. Dan sesudah fenomena Cinta Jangan Kau Pergi, saya pun pernah mendengarkan Ku Mohon. Lagi-lagi saya dibuat jatuh hati. Duh, ini suaranya kok pas banget ya, ga dibuat-buat, pas semuanya.

Dan sayapun mulai menyukai alternatif musik lain, musisi lain, dan melupakn lagu dan penyanyi yang satu itu.

Lalu, ketika saya sudah mulai berkuliah dan di tempat kos saya ada koneksi internet, barulah saya mulai berkenalan dengan Sheila lagi. Saya akhirnya tahu, baha di negaranya Sheila adalah seorang peyanyi besar, telah mengeluarkan beberapa album, mendapat banyak penghargaan, dan menggelar konser yang diminati penggemarnya, hingga dia pun memperoleh gelar kebangsawanan. Saya, yang dengan uang saku khas mahasiswa, mulai mendownload musik-musiknya. Melihat videonya di Youtube. Dan akhirnya, menambahkan beliau di Fans Page Facebook saya.

Lambat laun, saya mengerti musik-musiknya. Musiknya banyak bearoma jazz, meski beberapa ada yang dapat dikategorikan pop. Namun jazz di dalam dirinya sangat kental. Jarang saya melihat penyanyi dari Malaysia yang sangat tidak terkesan nuansa Melayu di karyanya. Berbeda dengan Siti Nurhaliza yang sangat pop, mendengar Sheila serasa mendengarkan sisi lain industri musik di sana. Jika di Indonesia kita mempunyai Ruth Sahanaya, yang memang lahir dari jazz, maka Malaysia mempunyai Sheila Majid.

Saya juga melihat sisi lain dari Sheila. Keanggunan yang dimiliki penyanyi yang akrab dengan panggung megah. Dari cara dia menyapa penonton, caranya menyanyi, hingga caranya berpakaian. Dia mempunyai kelas sendiri. Yang menurut saya patut diperhitungkan. Saya juga akhirnya tahu bahwa ada albumnya yang memang digarap bersama dengan musisi Indonesia.

Dan betapa menyesalnya saya ketika tidak bisa melihat secara langsung Sheila di Java Jazz tahun ini. Sama menyesalnya saya ketika melewatkan Sang Dewi-nya Titi DJ dan Konser Untuk Negeri-nya Anggun.

Melalui Twitter, saya akhirnya mengetahui bahwa ternayat banyak juga yang mengidolakan Sheila dan hanya bisa membayangkan bagaimana penampilannya di event jazz terbesar setiap tahunnya itu. Yang akhirnya, saya menonton juga, meski hanya potongan klip yang diuploadnya di Fans Page Facebooknya. Dia masih bertaji, masih dielu-elukan, masih ditunggu-tunggu. Dan saya masih menunggu kesempatan untuk menonton pertunjukannya.

Kabarnya, Sheila akan kembali ke Indonesia entah pertengahan tahun ini atau akhir tahun ini, untuk membuat sebuah pagelaran yang menandakan 25 tahun dia di industri ini. 25 tahun dan akan terus menghitung. Masih banyak yang bisa dihasilkan, karyanya, sumbangsihnya bagi dunia musik. Mudah-mudahan saja saya diberi kesempatan kali ini. Mudah-mudahan ....

"Kau kebanggaan kita
Kau budayawan bangsa
Kaulah ..... Lagenda"

Sheila Majid - Lagenda


Gambar diambil dari sheilamajid.com

Thursday, February 25, 2010

This Is Special...

Because I didn't post about my New York journey and my Kuala Lumpur journey. But I dedicated my time, which I should dedicated it to my assignment, to write a post today.

This is the last day on my 20. When the clock tick 12 times this night, I'll be 21. For some people, 21 is a very special year, especially for men. We, finally, legally to enter some club and to get wasted, but trust me I'm not planning doing it. 21 is the time when we will start to think about our future. What we will do next, how we plan our life, stuff like this. So, for making a great planning, let's see what actually happen in a previous year for me.

My 20 started with a great surprise from my friends. They bought me 3 cakes, which one of them ended in my clothes, with cartoons on it. Imagine when you're 20 and you're birthday cake was Baby Mickey, Little Mermaid, and Hello Kitty. They actually didn't communicate with me in a day to make me surprise. And for you who dedicated the day for me, I only can thank a lot for everything you've done. And also it remember me how I have friends, no matter how hard my life is. Love you all, and hope the friendship will be forever.

Don't forget to mention about the NY trip last year. One of a hell trip that I've done. My first time overseas and it was right to the center of the universe. Well, since the song from Alicia Keys and Jay-Z wasn't release yet, so I can't sing my lung out to that song. And New York was an inspirational destination, and also a very great lesson in life. The best part of all, stay in our Permanent Representative office for the journey and take a picture with the minister-to-be-but-now-he-is Mr. Marty Natalegawa. I will print the photo soon, and hang it on my room.

The next great thing that happen last year is Symphonesia. The first event that I was one of the busiest people for it. Those late night meeting, exhausted journey, arguments, coffees, ideas, skipping classes was paid off in the great 2 days events. I miss it so much!!!!

And last, when it comes to my last week of 20, I went to Malaysia for the 1st ASLI 2010. It was a very great journey. The committee, new friends, new experience, and all is great.

So, in this last hours in my 20, I thank God for all You gave me this year. I hope that the next year will be great.



David

Monday, January 11, 2010

Saya, 24 Jam Terakhir

Dimulai dari jam 6 AM, 10 Januari 2010

  • 6 A.M -- Masih tidur
  • 7 A.M -- Bangun, ngulet-ngulet, morning ritual, bikin kopi, online
  • 8 A.M -- Masih online
  • 9 A.M -- Gabut ga jelas, mati lampu, beresin kamar
  • 10 A.M -- Lampu nyala, laper, bikin oatmeal, online lagi
  • 11 A.M -- Onlineeee terus
  • 12 A.M -- Mulai laper
  • 1 P.M -- Males keluar cari makan, secara belum mandi, online sambil baca novel
  • 2 P.M -- Tambah laper, sms delivery, sadar pulsa abis, ga ada yang buka tukang pulsanya, sms nyokap
  • 3 P.M -- Makanan dateng, kenyang, mandi deh
  • 4 P.M -- Ke Gheo
  • 5 P.M -- Bergossip, hahahihi
  • 6 P.M -- Liat video-video di laptop Gheo, Iffa ngenet
  • 7 P.M -- Laper, pesen nasi goreng mas coy
  • 8 P.M -- Pulang Kosan
  • 9 P.M -- Niat mau tidur, ga bisa tidur
  • 10 P.M -- Nonton The Island di Trans
  • 11 P.M -- Baru selesai, masuk kamar, nyalain laptop
  • 12 P.M -- Mulai nyadar kalo insomnia
  • 1 A.M -- Ngirim wall FB, bikin koneksi di LinkedIn
  • 2 A.M -- Browsing summer program
  • 3 A.M -- Browsing summer program, tapi mulai realistis
  • 4 A.M -- Mulai cape cari beasiswa, ngeadd anak UNYA di FB, liat-liat foto, semakin pengen ke luar lagi
  • 5 A.M -- Kangen SYMPHONESIA, googling
  • 6 A.M -- Update blog
Edan, edan tenan. Hidup gue sangat sangat sangat tidak produktif ya 24 jam ini. Dan sekarang udah mulai ngantuuuuk aja.

Tidur enak nih kayaknya.




David
Pikiran-Perut-Tenaga-setengahsadar

Sunday, January 10, 2010

When It Comes to An End

Terkadang, perpisahan bukanlah suatu hal yang menyenangkan. Bahkan bagi saya, perpisahan selalu menjadi sebuah hal yang sangat menyedihkan. Masih teringat bagaimana saya harus berpisah dengan Bandung dan pindah ke Pekalongan, beberapa tahun yang lalu. Atau momen-momen kepindahan saya ke Bandung (lagi) untuk kuliah. Semuanya mengharukan dan menjadi dua titik dalam hidup saya. Titik perpisahan dengan sesuatu yang sudah menjadi bagian dari keseharian dan juga titik awal sebuah babak baru.

9 November lalu, saya mengalami lagi perpisahan. Perpisahan pada suatu hal yang telah saya dan teman-teman perjuangkan sejak tujuh bulan sebelumnya. Perpisahan saya dengan SYMPHONESIA 2009.

Sesuai dengan rencana, SYMPHONESIA 2009 diselenggarakan pada 8 dan 9 November 2009 di 3 lokasi yang berbeda. Ruang Maluku Hotel Grand Aquilla, Jalanan dari Dipati Ukur hingga depan Gedung Sate, dan (sekali lagi) Sasana Budaya Ganesha menjadi tempat perpisahan itu, seklaigus tempat pembuktian...

... bahwa dengan segala rintangan yang ada, kami berhasil mewujudkan SYMPHONESIA 2009.

Ya, dimulai dengan pencalonan Ketua SYMPHONESIA 2009, yang akhirnya menjadikan Adya Widyadhana menjadi salah satu mahasiswa tersibuk selama setenga tahun kebelakang. Dan dimulailah fase-fase diskusi hingga tengah malam untuk menentukan tema dan lain-lainnya. Setelah memilih tema ASEAN untuk tahun ini, sata pun ditunjuk sebagai Program Director atau Koordinator Acara. Believe me, ini pertama kalinya saya menjadi koordinator untuk sebuah acara yang skalanya ASEAN, dan saya terima tugas ini sebagai sebuah tantangan dan arena pembelajaran bagi saya. Tentu saja, banyak hal yang dapat saya pelajari dengan bergabung dalam kepanitiaan saya kali ini. Selain belajar bagaimana membuat sebuah event, pelajaran lain pun akan saya dapatkan seperti bagaimana menghadapi orang, bagaimana menghandle krisis, bagaimana bernegosiasi, hingga bagaimana menerima pendapat, kesalahan, hingga prestasi. Sebuah pembelajaran yang mungkin tidak saya dapatkan di kelas dan di tempat lain.

Jadi, mulailah saya dengan tugas baru itu. Memilih tim yang pas untuk poduksi kreatif acara ini ternyata susah susah gampang. Ada banyak hal yang perlu saya pertimbangkan. Ada banyak orang yang masuk kualifikasi dan banyak pula yang hanya sekadar mencari eksistensi. Memilih teman untuk bekerja dengan saya, yang akan membantu saya, memberikan input, hingga mengingatkan saya, itulah yang paling sulit. Ada beberapa yang memang saya sudah tahu bagaimana reputasi dia dan untuk itu saya minta secara pribadi untuk bergabung. Ada beberapa yang saya sudah dengar kemampuannya, namun secara personal saya tidak tahu. Ada yang secara personal sudah saya kenal, tapi tidak tahu bagaimana dia bekerja. Ada yang tidak saya kenal, baik secara personal dan profesional. Setelah serangkaian seleksi, tarik ulur dengan divisi lain, hingga perenungan saya sendiri, saya memilih 20 orang untuk mewujudkan acara ini.

Saya kemudian membagi 20 orang tersebut menjadi 4 tim sesuai dengan rangkaian acara tahun ini. Mungkin banyak teman-teman yang ingin sekali bekerja di konser. Trust me, it have all the strees that might make you wanna cry, beside the opportunity to work in a show business. Sayangnya, saya sudah memutuskan untuk membuat tim konser seminim mungkin dengan harapan maksi. Saya tidak memprioritaskan satu acara dengan acara lainnya, karena menurut saya, SYMPHONESIA adalah kesatuan. Semua acara punya tantangan tersendiri, spesialisasinya tersendiri. Dan inilah misi saya dari awal, bahwa SYMPHONESIA akan dikenang sebagai multievent tersebesar di Bandung, atau bahkan di Indonesia nantinya, bukan hanya pagelaran musik saja. Ya, memotivasi teman-teman yang tidak bekerja di konser juga merupakan fokus saya. Saya juga berusaha untuk memberikan perhatian lebih pada mata acara lain. Yang saya inginkan adalah dimanapun teman-teman ditempatkan, mereka akan memberikan yang terbaik untuk acara ini.

Setelah memiliki tim yang saya rasa cukup handal untuk mewujudkan apa yang kita semua inginkan, mulailah bulan-bulan penuh kerjaan. Sebagai salah satu divisi yang ada di bawah teknis, memang pada bulan-bulan awal belum terasa sibuknya. Yang kami lakukan hanya mendeskripsikan acara, melihat peluang pengisi acara, muali mengontak dan lain-lain. Namun mulai bulan Agustus lah kami ini menjadi manusia-manusia sibuk. Mulai dari mengontak artis untuk konser, memikirkan jalur karnaval, mengontak tenant makanan dan minuman, mengontak Deplu, bersiap dengan teman-teman ASEAN, dan lainnya. Puncaknnya tentu saja hitungan mundur acara di satu bulan terakhir. Saat ini lah saya diuji, mulai dari artis yang tidak jadi tampil, pihak Deplu yang sedang sibuk, beberapa perwakilan ASEAN yang tidak bisa hadir, sampai hal-hal lainnya yang membuat saya berpikir bahwa I'm not the right man in the right place. Tekanan sebagai koordinator mulai dirasakan. Dan yang bisa saya lakukan hanyalah mengerjakan apa yang saya bisa saya berikan semaksimal mungkin dan diam.

Hari H pun tidak luput dari seribusatu detail yang tidak terpikirkan. Mulai dari tidak ada penyambutan di Gedung Sate, ada yang batal mengisi stand, hingga terlambat masuknya sound dan ligting dan kesalahpahaman di sound chechk. Duh duh duh, rasanya saya ingin langsung tanggal 10 November saja, ketika semua nya sudah selesai. Namun ini lah tantangannya, tantangan untuk semua panitia. Bagaimana dalam waktu yang singkat, dengan emosi yang sudah cukup sangat tinggi, harus tetap berpikir jernih dan juga menyelesaikan masalah yang ada.

Puji syukur kehadirat Illahi Rabbi, karena selama dua hari tersebut kami diberikan limpahan anugerah dan kesabaran serta kekuatan yang melimpah. Tidak pernah saya pikirkan bahwa saya akan menjadi orang di garda depan untuk sesuatu sebesar ini. Kecemasan seratus persen saya mulai hilang berangsur-angsur ketika seminar ditutup oleh moderator. Ketika romobongan karnaval berangsur-angsur meninggalkan gedung sate. Ketika saya melihat stand-stand dari negara ASEAN mulai terisi. Hingga akhirnya benar-benar lega ketika Glenn Freddly turun panggung. Sebuah pengalaman yang sangat membanggakan, memberikan banyak pelajaran, dan menginspirasi.

Dan akhirnya, perasaan sedih pun menghampiri ketika saya melangkahkan kaki keluar Sasana Budaya Ganesha pada tanggal 9 November tengah malam. Saya akan berpisah dengan pengalaman yang luar biasa. Ibaratnya, saya dan teman-teman adalah orang tua dari SYMPHONESIA 2009 dan dia telah lahir, dan sekarang kami membiarkannya untuk tumbuh dan berkembang. Ya, malam itu perasaan saya campur aduk. Sedih, senang, bangga, haru. Tapi, apapun yang telah kami lakukan, kami anggap itu sebagai prestasi tersendiri.

Terimakashi untuk semua yang terlibat. Tanpa kalian, ini hanyalah mimpi orang-orang di tengah malam di kosan Widhi.

Sekali lagi, terima kasih.





David

GLOBAL FASHION INVASION

GLOBAL FASHION INVASION
The World Fashion Industry and How Globalization Take A Part of It

Oleh : Muhammad David (170210070005)


Pendahuluan

Globalisasi, seperti yang telah banyak diketahui masyarakat, adalah sebuah idiom yang digunakan untuk menjelaskan fenomena dunia tanpa batas, the world without borders. Disebut sebagai fenomena dunia tanpa batas karena dengan adanya globalisasi batas-batas geografis, atau bisa juga dimaknai sebagai negara, bukan lagi menjadi penghalang akan aktivitas-aktivitas perpindahan manusia, barang, jasa, informasi, modal, bahkan pengetahuan. Perpindahan-perpindahan tersebut telah didukung dengan kemajuan teknologi yang memudahkan teknis bergeraknya hal-hal tersebut dan adanya penyesuaian-penyesuaian peraturan yang dibuat oleh negara sehinggan perpindahan tersebut dapat dilakukan dengan sangat cepat dan dengan biaya yang sangat minim. Salah satu bukti nyata dari adanya fenomena globalisasi adalah adanya arus informasi dengan akses yang cepat dan biaya yang terjangkau. Dengan didukung oleh kemajuan teknlogi, seperti internet, maka komunikasi yang melewati batas-batas negara pun dapat dilakukan dengan sangat cepat. Tentu saja, implikasi yang didapatkan dari adanya komunikasi internasional dari internet sangatlah luas. Komunkasi yang terjalin bukan hanya komunikasi yang dimaknai sebagai pertukaran informasi antara dua individu atau kelopmpok melalui proses-proses pengiriman dan penerimaan berita saja. Komunikasi juga, baik disadari atau tidak, telah mendukung berkembangnya aktivitas-aktivitas perdagangan dunia. Ditemukannya metode jual beli dengan perantara internet, seperti penggunan situs sebagai tempat jal beli hingga penggunaan kartu kredit sebagai alat pembayaran elektronik, telah mendorong adanya transaksi-transaksi perdagangan lintas negara, baik transaksi tersebut dalam bentuk retail atau transaksi ekspor impor. Selain sebagai media perdagangan, internet juga berperan dalam mengirimkan berita tentang apa saja yang sedang terjadi di negara lain hingga memuat apa saja yang sedang digandrungi oleh masayarakat di negara lain.

Salah satu contoh industri yang berkembang dengan adanya teknologi internet adalah industri fashion. Industri yang bisa dikelompokan ke dalam industri kreatif ini tentu saja menikmati adanya inyternet untuk mengembangkan industri tersebut. Setelah internet menjadi bagian dari kehidupan masayarakat dunia maka industri ini pun memanfaatkan kecanggihan internet dengan adanya situs-situs yang dapat digunakan sebagai sarana jual beli. Ketika dahulu seseorang harus datang ke department strore, butik, hingga flagship store untuk mendapatkan barang-barang yang dia inginkan, maka saat ini seseorang hanya membutuhkan koneksi internet, serta tentu saja kartu kredit sebagai alat pembayaran, untuk melakukan transasksi jual beli. Kegiatan inipun dapat dilakukan di mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja, tentu saja dengan keuntungan bahwa transakasi seperti ini sangatlah efektetif dan efisien. Tentu saja hal ini didukung oleh fakta bahwa semakin banyak orang yang terhubung dengan internet dalam kehidupan sehari-harinya. Tentu saja banyak penyesuaian yang dilakukan oleh pelaku industri untuk menggunakan fasilitas internet ini, seperti membuat sistem pengiriman yang cepat dan aman hingga memastikan bahwa transaksi kartu kredit di situs tersebut aman dari aktivitas-aktivitas hacker.

Selain untuk transaksi jual beli, industri fashion juga memanfaatkan tekonologi internet untuk memberikan referensi tentang perkembangan dunia mode. Dalam situs-situs perancang dunia, mereka menyertakan panduan gaya untuk musim kedepan, referensi pakaian, hingga katalog untuk koleksi-koleksi lama mereka. Ketika dulu seseorang harus terbang ke pusat-pusat mode dunia, seperti New York atau Paris, untuk bisa melihat koleksi terbaru atau yang akan datang dari sebuah rumah mode, maka saat ini hanya dengan mengakses internet, membuka situs, dan menikmati sajian paling hangat dari pusat-pusat mode dunia. Selain digunakan oleh perancang dan rumah mode, internet juga menjadi sarana bagi pendukung industri fashion lainnya. Salah satu contohnya adalah ¬blog, sebuah situs internet pribadi, yang dimiliki oleh kritikus hingga peminat fashion lainnya. Internet sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari industri fashion dunia.

Jika internet mampu meningkatkan volume perdagangan dari industri tersebut serta memberikan alternatif lain bagi para fashionista untuk mengikuti perkembangan industri fashion, lalu bagaimana dengan keadaan industri tersebut sebelum era kejayaan internet? Lalu apakah bergeraknya industri fashion hanya berpengaruh bagi perdagangan dan arus informasi semata? Bagaimana dengan budaya dan identitas masayarakat? Apakah industri fashion semakin jaya di era globalisasi ini? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang sekiranya ingin penulis coba jawab dalam essay yang singkat ini.

Sejarah Singkat Industri Fashion Dunia

Pertama-tama, untuk memahami bagaimana industri ini tumbuh di masayarakat, marilah kita lihat sejarah singkat dari industri fashion dunia. Banyak orang yang berpikir bahwa industri ini berkembang sejak adanya Revolusi Industri di Inggris. Ada juga yang berpendapat bahwa industri ini baru ada setelah dunia menjadi seperti saat ini. Namun, jika kita teliti lebih dalam maka kita dapat memahami bahwa industri ini telah ada jauh sebelum rumah mode dunia melakukan ekspansi industrinya. Dalam sebuah artikel di majalah Vanity Fair, sebauh potret dari Marie Antoinette yang dilukis oleh Vigee-Leburn memperlihatkan beliau dengan sebuah gaun rancangan Rose Bertin. Potret tersebut diproduksi pada tahun 1783. Jauh sebelum itu, cikal bakal industri ini telah ada melalui adanya perdagangan kain dan pakaian jadi. Sebagai bahan pembuatan pakaian, kain menjadi salah satu komoditas perdagangan yang cukup menjanjikan. Sebagai salah satu aksi nyata dari perkembangan industri tersebut, maka Pemerintah Perancis membuat sebuah badan untuk mengurusi industri ini yaitu Chambre Syndicale de la Haute Couture Parisienne, yang berarti Serikat Dagang Adibusana Paris pada tahun 1868. Pada saat itu, yang tergabung dalam serikat dagang tersebut hanyalah perancang yang membuat rancangan adibusana atau haute couture. Haute couture adalah sebuah istilah yang digunakan bagi sebuah rancangan yang dikerjakan oleh tangan (hand made and hand-finished) yang disesuaikan dengan ukuran asli dari konsumennya. Penggunaan mesin jahit sangat tidak diperbolehkan dalam rancangan jenis ini.

Seiring dengan berkembangnya industri, di mana perancang dan rumah mode tidak hanya dimiliki oleh Perancis saja, maka pada tahun 1973 Pemerintah Perancis mengembangkang serikat dagang tersebut menjadi Fédération Française de la Couture, du Prêt-à-porter des Couturiers et des Créateurs de Mode atau dalam Bahasa Inggris dikenal sebagai French Federation of Fashion and of Ready-to-Wear of Couturiers and Fashion Designers. Meskipun federasi ini berada di Perancis serta berasa di bawah Departemen Perdagangan Perancis, namun pengaruh serikat dagang ini dapat dirasakan di seluruh dunia. Melalui badan inilah standarisasi industri fashion dibentuk. Menurut aturan yang ada, perancang adibusana adalah seseorang yang membuat rancangan yang dikerjakan oleh dengan tangan dalam sebuah tempat yang mempekerjakan setidaknya dua puluh orang di Paris, Perancis. Dalam satu tahun, seorang perancang adibusana setidaknya harus menampilkan dua puluh lima rancangan dalam dua kali peragaan pada bulan Januari dan Juli, dalam dunia fashion saat ini pagelaran tersbut sering dikenal dengan nama Fashion Week. Selain itu, dalam proses pengerjaannya, perancang tersebut harus menggukan ukuran asli konsumen, bukan standar ukuran baju pada umumnya, dan melakukan serangkaian fitting sebelum karyanya ditampilkan. Dari sekitar dua ratus orang anggotanya sebelum Perang Dunia II, saat ini hanya tinggal sebelas orang yang masih aktif menampilkan karyanya dan hanya dua orang berkebangsaan Amerika Serikat yang pernah menjadi anggota serikat dagang tersebut, Maibocher (telah pesiun pada tahun 1971) dan Ralph Rucci. Setelah lima tahun dan sepuluh set koleksi, barulah seorang calon anggota mendapatkan keanggotaan penuh dan dapat menyandang predikat sebagai Haute Coutier.

Permasalahan yang dihadapi adalah bahwa dalam sistem tersebut, seorang perancang hanya boleh memperlihatkan rancangannya di ‘rumah mode’nya sendiri dalam sebuah private function. Lalu, bagaimana mungkin seorang masayarakat biasa, dengan kemampuan finasial pada umumnya, dapat menikmati rancangan tersebut? Hal itu diatasi dengan oleh para pemilik pusat perbelanjaan besar seperti Harrods dan Neiman Marcus dengan cara membeli hak untuk mereproduksi rancangan menjadi koleksi ready-to-wear dan menjualnya dengan harga yang tentu saja di bawah standar rumah mode. Permasalahan pun tidak selesai sampai di sini. Perangcang tentu saja menginginkan bahwa dirinya dapat menjual rancangannya sendiri. Maka, terobosan pun diambil oleh Yves Saint Laurent, seorang perangcang asal Paris, Perancis yang saat ini namanya menjadi salah satu nama rumah mode besar dunia, pada tahun 1966 dengan membuat koleksi siap pakai pertamanya. Maka, pada tahun 1973 serikat dagang pun merestrukturisasi lembaganya menjadi Fédération Française de la Couture, du Prêt-à-porter des Couturiers et des Créateurs de Mode dan membaginya menjadi tiga badan khusus yaitu, Chambre Syndicale de la Haute Couture untuk perancang adibusana, Chambre Syndicale de la Mode Masculine untuk perancang pakaian siap pakai bagi pria, dan Chambre Syndicale du Prêt-à-porter des Couturiers et des Créateurs de Mode bagi perancang pakaian siap pakai bagi wanita. Dengan restukturisasi tersebut, maka seorang perancang dapat menyebut dirinya perancang mode meskipun dirinya tidak membuat koleksi adibusana. Hal ini tentu saja memperkuat industri fashion karena fashion saat ini dapat dimaknai sebagai hasil rancangan, bukan hanya rancangan adibusana, sehingga perancang dapat membuka gerai pakaian siap pakainya di seluruh dunia dan merubah gaya hidup masyarakat dunia.

Apa Sebenarnya Fashion Itu ?

Meskipun telah banyak masyarakat yang menggunakan idiom fashion dalam kehidupan sehari-hari, namun banyak juga yang masih belum mengetahui apa fashion itu sebenarnya. Apakah hal tersebut termasuk seni atau merupakan bagian dari kebudayaan masayarakat? Hal ini sebenarnya telah banyak diperdebatkan, baik oleh para penggiat industri, penikmat fashion hingga masyarakat biasa. Tentu saja tidak ada yang salah dari pendapat-pendapat tersebut. Sekarang, mari kita menganalisis apa fashion itu sebenarnya.

Pertama-tama, fashion sebagai seni. Seni sendiri dapat diartikan sebagai hasil dari hasil atau proses cipta manusia yang memiliki nilai estetika yang tinggi dan menggandung unsure emosional dari yang membuatnya. Dalam proses berkeseniannya, seorang seniman dapat menggunakan media apapun untuk mengekspresikan dirinya. Lukisan, patung, musik, dan tari serta sastra adalah media yang sering digunakan oleh para seniman tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu, serta diiringi dengan penemuan-penemuan media-media lainnya melalui teknologi, media seni pun berkembang. Film hingga seni dengan menggunakan media campuran telah menjadi bagian dari seni masa kini. Fashion sebenarnya didasarkan pada seni gambar. Sketsa rancangan yang digambarkan di atas kertas kemudian di wujudkan dalam bentuk aslinya. Pada mulanya, para perancang busana berkarya untuk para keluarga kerajaan serta untuk pementasan teater. Oleh karena itu, jika kita lihat rancangan mulai zaman Marie Antoinette yang kita lihat adalah rancangan dengan detail rumit dan tidak mungkin dibayangkan untuk digunakan sebagai pakaian sehari-hari. Seiring berevolusinya fashion menjadi sebuah industri, saat ini bentuk seni rancang dapat dilihat dalam karya adibusana. Rancangan adibusana, meskipun juga dikomersilkan, namun tetap dianggap sebagai sebuah bentuk karya seni. Dalam rancangan jenis tersebut, idealisme perancang dapat terlihat jelas dan setiap perancang mempunyai ciri khasnya masing-masing. Contohnya, Jean Paul Gaultier yang selalu tampil dengan kesan feminine dan berani atau Givenchy yang tampil dengan gaya elegan.

Kedua, fashion ebagai bagian dari kebudayaan. Kebudayaan adalah keseluruhan hasil pemikiran manusia yang telah dirangkum dalam waktu yang panjang. Budaya berakar dari kebiasaan dan nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat. Salah satunya adalah pakaian sebagai perlindungan tubuh dari cuaca. Pakaian, dalam beberapa kebudayaan, juga berfungsi sebagai simbol kesopanan hingga simbol status bagi seseorang. Sebagai pertahanan terhadap cuaca, masyarakat di penjuru dunia memiliki tradisi tersendiri yang diseuaikan dengan keadaan iklim di mana masyarakat tersebut tinggal. Bagi mereka yang tinggal di daerah-daerah dengan empat musim sepanjang tahunnya, maka paling tidak masyarakat membutuhkan dua jenis pakaian, pakaian untuk musim panas/semi dan pakaian untuk musim dingin/gugur. Bagi masyarakat yang tinggal di dareh tropis maka pakaian yang dibuthkan adalah pakaian yang tidak terlalu tebal karena matahari bersinar sepanjang tahun dan beberapa jenis pakaian tambahan yang dibutuhkan selama hujan tiba. Pada zaman dahulu, pakaian dibuat sendiri oleh pemakainya, namun seiring berubahnya zaman, masyarakat pun memilih untuk membeli pakaian yang sudah jadi. Pakaian juga dapat menjadi simbol status dari seseorang. Dalam kebudayaan Jawa misalnya, terdapat beberapa jenis motif batik yang memang dikhusukan untuk keluarga Keraton. Rakyat biasa tidak diperbolehkan untuk memakainya. Keadaan-keadaan tersebutlah yang akhirnya menjadi permintaan bagi industri fashion. Pakaian siap pakai menjadi salah satu produk industri yang sangat menjanjikan. Meskipun tidak semua masyarakat akan mengganti seluruh wardrobe nya dalam kurun waktu tertentu, namun dengan status pakaian sebagai salah satu kebutuhan pokok masayarakat, pemintaan pasar akan tetap ada.

Ketika fashion diartikan sebagai rancangan haute couture, maka sebenarnya kita sedang membicarakan fashion sebagai sebuah seni. Namun, ketika fashion diartikan sebagai rancangan siap pakai, maka kita sedang berbicara fashion sebagai sebuah budaya masyarakat. Tentu saja, fashion merupakan salah satu bentuk dari industri kreatif, di mana industri tersebut sangat bergantung dengan kreatifitas para seniman. Pada akhirnya, industri fashion saat ini telah menjadi salah satu industri yang telah mendunia.

World Fashion Industry

Seperti telah disinggung pada bagian sebelumnya bahwa fashion telah menjadi sebuah industri dan tentu saja industri tersebut sangat menjanjikan. Masyarakat saat ini telah menjadi masyarakat yang sangat konsumtif terhadap produk-produk fashion, baik pakaian maupun aksesorisnya. Beberapa produk fashion pun telah menjadi barang mewah dan hanya dapat dikonsumsi oleh kalangan tertentu saja, mengingat harganya yang sangat tinggi. Industri ini tentu saja dimotori oleh banyak munculnya rumah mode dunia, baik yang hanya membawahi satu merek dagang tertentu, membawahi beberapa merek dagang hasil karya satu perancag, hingga sindikasi dagang yang membawahi banyak merek dagang dan menjdai raksasa fashion dunia. Beberapa rumah mode pun telah tercata di bursa saham dunia, contohnya New York Stock Exchange, dan mempunyai nilai saham yang terbilang tinggi. Tentu saja, dengan berubahnya makna fashion, yang bukan hanya menjadi seni atau kebutuhan, tetapi juga menjadi industri, menjadikan fashion juga bergantung pada keadaan ekonomi yang sedang dihadapi masayarakat. Krisis moneter atau adanya bencana atau perang menjadi salah satu faktor naik turunnya nilai penjualan tahunan industri ini. Dalam artikelnya di majalah Vanity Fair edisi September 2009, Amy Fine Collins mengutip dari artikel The New York Times pada tahun 1965 bahwa setiap 10 tahun sekali tanda-tanda kematian industri ini datang. Hal ini jelas menunjukan bagaimana industri ini mengalami pasang surut dan dimungkinkan untuk hancur. Namun, sejarah telah membuktikan bahwa industri ini masih dapat bertahan hingga saat ini.

Pada awal mula industri ini berkembang di Paris, mungkin tidak pernah terbayangkan bahwa fashion akan menjadi salah satu industri yang mendunia. Seiring dengan berjalannya waktu, industri ini telah hadir di hampir seluruh pelosok dunia. Dari pusatnya di benua Eropa hingga Asia. Dari Amerika melintasi Afrika hingga kawasan Timur Tengah. Industri fashion telah menjadi salah satu industri kreatif yang maju sejalan dengan inustri film dan industri music. Lalu bagaimana mungkin industri ini mendunia? Jawabannya adalah melalui sistem perdagangan dunia. Pada bagian pendahuluan, penulis telah menjelaskan bagaimana industri-industri sangat terbantu dengan adanya penemuan teknologi di bidang informasi dan telekomunikasi serta di bidang transportasi. Melalui teknologi transportasi, produk-produk fashion dikirim ke berbagai belahan dunia. Mungkin kita masih ingat bagaimana dahulu kala para pedagang datang menggunakan kapal dan melakukan transaksi jual beli di pelabuhan-pelabuhan yang disinggahinya. Jalur Sutera juga dilatarbelakangi oleh pencarian akan sutera sebagai bahan untuk membuat pakaian. Itulah cikal bakal perdagangan produk fashion. Saat ini, pengiriman masih dilakukan dengan kapal, juga dengan pesawat terbang, namun dengan teknologi dan kuantitas yang lebih besar dan lebih canggih. Sebuah karya Chanel dapat dikirim ke Indonesia melalui proses shipping. Kedua adalah adanya penemuan di bidang teknologi komunikasi. Mungkin kita harus berterima kasih pada jaringan global, internet. Melalu internet, rumah mode dunia dapat mempromisikan koleksi terbaru mereka serta melakukan transaksi penjualan via internet.

Lalu, apakah industri fashion berdiri sendiri? Tentu saja tidak. Banyak industri-industri lain yang mendukung keberlangsungannya industri ini. Beberapa diantaranya adalah indusrti telekomunikasi, industri perhubungan, media, serta industri retail. Industri telekomunikasi berperan dalam hal menyebarluaskan adanya industri ini serta menjadi perantara antara konsumen dan produsen. Industri perhubungan dibutuhkan sehubungan bahwa produksi fashion masih berpusat di beberapa kota di dunia. Kedua industri tersebut, industri telekomunikasi dan perhubungan, telah dijelaskan sebelumnya. Dua industri lainnya yang mendukung industri ini adalah industri media dan retail. Seperti kita telah sama-sama ketahui, media mempunyai pengaruh kuat bagi masyarakat. Media membentuk opini publik serta membawa perubahan bagi masayarakat. Industri media saat ini sangat fokus pada industri fashion. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya beberapa majalah yang memang ditujukan untuk membahas tentang bentuk seni yang satu ini. Elle, Vouge, Harper’s Bazzar, Vanity Fair, L’uomo Vouge, QC, dan Folio adalah sedikit dari banyak majalah jenis tersebut. Kebanyakan majalah tersebut berasal dari Amerika Serikat atau Eropa. Namun, majalah tersebut juga hadir dalam versi lokal, di mana konten utamanya sama dengan versi internasionalnya dan disisipi konten lokal. Terkadang, jika sebuat item fashion ditampilkan di majalah, maka dapat dipastikan bahwa item tersebut akan menjadi tren. Selain media, inndustri ritel juga mendukung bergeraknya industri fashion . Ritel adalah sebuah perusahaan dagang yang melayani pembelian eceran. Mungkin sebuah rumah mode menganggap bahwa pemukaan sebuat flagship store atau independent store di sebuah wilayah tidak akan memberikan keuntungan atau bahkan akan merugi, namum rumah mode terebut juga dihadapkan bahwa ada pasar konsumen potensial di sana, maka retail adalah solusinya. Retail hadir dalam bentuk pusat perbelanjaan, di mana kita dapat menemukan banyak merek dagang hanya dengan mengunjungi satu tempat saja. Di Indonesia, retail hadir dengan nama Metro atau Debehams.

Globalisasi dan Fashion

Di mana sebenarnya letak irisan antara globalisasi dan fashion? Mungkin masyarakat masih mengasosiasikan globalisasi dengan isu-isu high politics. Mungkin juga masyarakat masih mengasosiasikan globalisasi dengan isu-isu low politics. Mungkin tidak pernah terpikirkan oleh masyarakat bahwa globalisasi dan fashion berhubungan. Hubungan fashion dan globalisasi dibangun ketika kita berbicara bahwa dengan adanya globalisasi, fashion menjadi sesuatu yang global. Hal ini tentu saja mempengaruhi beberapa hal. Pertama adalah budaya berpakaian masyarakat. Pernahkah anda bayangkan jika Coco Chanel tidak merancang blazer dengan celana panjang bagi wanita maka kita tidak pernah bisa melihat Hillary Clinton, Secretary of State Amerika Serikat, menggunakannya dan menjadi cirri khasnya. Pernahkah anda banyangkan jika Audrey Hepburn tidak menggunakan blus hitam tidak berlengan rancangan Givenchy dalam Breakfast at Tiffany’s mungkin blus hitam hanya akan digunakan di pemakaman. Atau jika Burberry tidak mendesain mantel panjang dengan berbagai model. Hal itulah yang mrubah cara seseorang berpakaian. Fashion memberikan alternatif lain pada budaya yang sudah ada serta memberikan identitas baru pada seseorang. Tentu saja hal ini dapat terjadi karena adanya arus informasi yang sangat cepat yang merupakan salah satu bagian dari proses gloalisasi. Hubungan kedua dapat kita lihat dari sisi perdagangan. Dengan adanya globalisasi yang memudahkan mobilisasi arus barang. Mungkin kita tidak dapat melihat butik Louis Vuitton di Plaza Indonesia jika tidak ditemukan moda transportasi yang dapat membawa produk tersebut dari Paris. Dua hal tersebut jelas menjelaskan bagaimana fashion sangat erat kaitannya dengan globalisasi dab globalisasi menjadikan industri tersebut dalam posisinya saat ini.

Global Fashion Invasion : Penutup

Ya, disadari atau tidak, menerima atau tidak, serangan fashion global telah menjadi bagian dari keseharian kita. Prada, Armani, Versace, Dior, Hugo Boss, Jimmy Choo, Sak’s, Neiman Marcus, Debenhams, Tifanny’s, Louis Vuitton bahkan Nike dan Puma bukanlah hal yang asing bagi kita. Bagaimana kita menyikapinya, apakah kita akan terseret dalam arus utama fashion dunia atau hanya menjadi penonton masyarakat yang menggunakannya, akan kembali pada diri kita masing-masing. Silakan anda menyikapinya dan jadilah bijak dengan pilihan anda.


Referensi

Collins, Amy Fine. 2009. Toujuors Couture. Dalam Vanity Fair edisi September 2009. New York : Conde Nast Publications


P.S. Ini tugas akhir saya untuk mata kuliah Globalisasi : Isu dan Kontroversi. Rada sedikit beda emang dibanding dengan bahasa lainnya. Oh ya, silahkan memberikan pendapat ya.