Showing posts with label curhatnya D. Show all posts
Showing posts with label curhatnya D. Show all posts

Saturday, April 02, 2011

Blame it on ME!

The last time I was updating this page was on January 31th, 2011. Which is like months ago. Actually, there's a lot of story that I could share, including my journey to Norway. But, the time that I have with the life that I should live make it impossible to spend an hour a day to update my life here. The thing is that I always making excuses when I didn't update my bloge. I even hadn't teel you the US, Malaysia, Korea, and Australia story. How come I will tell you the Norway story?

But now, I have something to blame.

Blame it on twitter, fellas. Because this mini-blogging site take my attention away. I can religiuosly update my status on twitter. It's easy, short, sharp, and only need (or allow) 140 characters each> what a heaven!

But on the other side, I miss to write here. I miss to put whatever that happen in my life, even the silliest, un-important one.

I would stop to make you promise that I will write regulary, because I'm in the middle of my thesis writing, which will take my life away.

So, for whoever out there, my dear silent reader, keep coming to this, my virtual home.

Or if you're so curious abot me, you can tune in to @Muhammad_David on twitter.


Ciao! Gotta go with my friend on non-dating-non-romantic date.



PS : the fact that I use a Blackberry today will make me so much into Twitter. Well...

Monday, January 31, 2011

To Have A Million Friend, You Just Need A Few Enemies

Sound like high school, or college life, right? Itulah yang saya dapatkan setelah menonton The Social Network, sebuah film tentang awal mula Facebook, sebuah situs jejaring sosial terbesar saat ini dan bagaimana Mark Zuckenberg memulai semua hal yang menjadikannya miliuner termuda saat ini. Mark adalah tipikal anak kuliahan yang berusaha untuk mendapatkan status sosialnya di kampus, kecuali kampusnya adalah Harvard, one of the old and prestigious college in the world, di mana row crew, kelompok persaudaraan, dan club-club tertentu adalah puncak dari status sosial di sana. Tidak ada yang akan melirik seorang kutu buku, kecuali kutu buku tersebut membuat sesuatu yang akan menggemparkan Harvard, bahkan dunia. Dan Mark melakukan segalanya.

Percaya atau tidak, status sosial ternyata tidak hanya terjadi di Amerika Serikat sana, namun juga di Indonesia, dan mungkin di universitas manapun di dunia ini. Coba lihat lagi keadaan kampusmu. Adakah yang disebut kehidupan harmoni di mana kampus tidak terpecah menjadi kelompok-kelompok? Adakah kampus yang tidak menjadikan dengan siapa seseorang berteman sebuah hal yang penting? Atau, adakah kampus yang menganggap bahwa kehidupan sosial hanyalah sebuah ironi belaka yang harusnya sudah masuk peti es peradaban karena kampus adalah institusi pendidikan? Mau tak mau, saya harus menjawab dengan lantang bahwa kehiupan sosial seseorang di kampusnya memang didorong oleh semua hal tersebut, teman, kelompok, geng, apapun kamu menyebutnya yang akan memberikan kamu status sosial di dalam kehidupan sosial yang sangat kompleks di masa kuliahmu.

Mulai setuju dengan saya, atau malah berbeda pendapat? Mari kita lanjutkan.

Zuckeberg memang pada akhirnya menjadi terkenal, sebagai penemu Facebook, sebagai miliuner dunia, tapi ternyata di balik kesuksesannya mencapai status sosial yang luar biasa, dia membuat ‘perang’ dengan beberapa orang, yang sayangnya mungkin dulunya adalah teman baiknya ketika dia masih dikategorikan sebagai seseorang yang cupu. Dia akhirnya harus menghadapi dua tuntutan hukum. Yang pertama adalah tuntutan dari the Winkenvlosses dan Narendra tetang kemungkinan bahwa Facebook dibangun atas dasar ide HarvardConnection, yang mana sedang dikembangkan oleh mereka dan Zuckenberg bersedia untuk membantu. Yang kedua, yang juga sebuah ironi menurut saya, adalah tuntutan dari Eduardo Saverin, sahabat/teman dekat/CFO/co-founder Facebook atas pengubahan ownership yang dimilikinya, yang menurut saya adalah sebuah keputusan bisnis yang sangat-sangat salah yang dilakukan oleh Saverin sendiri. Jika dilihat, Zuckenberg akhirnya berkonfrontasi. Dengan orang-orang yang mungkin sudah ditakdirkan untuk berseberangan dengannya, Winkenvlosses dan Narendra, serta dengan orang yang sebenarnya berada dalam lingkaran dalam kehidupan sosial Zuckenberg. Saverin adalah pemodal Facebook pertama yang juga teman dekat Zuckenberg. Bisa dikatakan keduanya bersahabat hingga akhirnya masalah uang juga yang memisahkannya.

Sound so college life, right? Kita mungkin mempunyai orang-orang yang memang sudah dari awalnya tidak akan cocok dengan kita. Kita juga menghadapi orang-orang yang berada di posisi netral, dalam artian ada di sana, mengenanlnya, namun hanya sebatas itu. Kita juga mempunyai orang-orang yang sangat dekat, secara personal. Namun, terkadang manuver tajam harus diambil dalam kehidupan sosial di kampus. Mungkin orang-orang yag bersebrangan dengan kita ada di posisi puncak jaringan sosial kampus. Mungkin mereka yang netral sebenarnya orang yang akan menghargai dan menerima kita apa adanya hingga tiba masanya kita meninggalkan kampus. Mungkin yang pada awalnya berada dalam lingkaran dalam kehidupan sosial kita sebenarnya mempunyai agenda lain, atau bahkan kita yang ternyata mempunyai agenda lain dibaliknya. Siapa yang tahu. Kehidupan kuliah itu brutal, penuh intrik, basa-basi, sikut sana-sikut sini, tapi juga berarti sejuta kemungkinan mendapatkan orang-orang terbaik dalam hidupmu. Mau tak mau, suka tak suka, yang awalnya mungkin kamu mempunyai idealisme menjadikan kampus hanya ssebagai tempat belajar, akhirnya menyerah kepada keadaan bahwa status sosial adalah segalanya. Jika tidak, kita sudah tahu akan menjadi siapa, kita akan tetap menjadi dia yang tidak dikenal, dia yang hanya akan berdiri di pojok, dia yang mungkin hanya akan menyantap makan siangnya sendirian.

Tapi, saya juga tidak seratus persen setuju dengan sistem sosial yang ada. Terkadang, sistem sosial ini malah membatasi interaksi yang ada. Kamu hanya berkutat di satu putaran saja, tidak berkembang. Ketika kamu akan mulai mengembangkan jaringan, kamu malah akan dianggap akan mulai pindah haluan. Kamu yang berada di puncak sana akan menjaga reputasi sebersih mungkin, demi posisi. Kamu yang tidak dikenal berusaha membentuk reputasi. Brutal, sadis. Yang mungkin seharusnya terjadi adalah sebuah sistem yang saling harmoni, dalam artian dinamika pertemanan yang terus berputar meskipun memang kamu hanya akan berpusat pada satu titik saja. Berteman bisa dengan siapa saja, tapi dalam memilih sahabat tentu kamu harus sangat selektif. Ada perbedaan besar antara teman dengan sahabat. Tidak usahlah saya lanjutkan apa itu teman dan apa itu sahabat, karena saya yakin kamu semua sudah tahu jawabannya.

Beruntunglah saya. Di tempat saya sekarang menuntut ilmu, sistem yang ada bisa dibilang adalah sistem sosial yang saya bayangkan mengenai kehidupan kampus. Kami memiliki kelompok-kelompok sendiri untuk berinteraksi, tapi bukan berarti juga kami tertutup dengan yang lainnya. Saya masih bisa nonton bioskop dengan teman-teman yang biasanya tidak nongkrong bareng, teman saya pun masih dengan bebas main futsal satu angkatan. Kami profesional, ketika sudah terkait dengan kuliah dan kerjaan lainnya. Kami dapat membagi mana yang privat dan publik. Sehingga, kami tahu pasti bahwa privat harus diselesaikan dengan privat juga, begitu juga dengan urusan publik.

Mungkin, yang harus dicatat adalah sebuah konsep yang menurut saya sangat manusiawi, lawan. Saya tidak mau munafik dengan berkata bahwa semuanya baik-baik saja. Saya pernah berada di posisi memiliki lawan, saingan, atau apapun kamu menyebutnya. Namun, lambat laun saya mengerti, bahwa hakikatnya lawan hanyalah mereka yang berbeda cara pandang dengan kita, meski objek yang dipandang adalah sama. Perspektif. Dan beruntunglah saya bahwa jurusan saya mengajarkan banyak perspektif, yang ternyata membawa banyak juga pelajaran hidup. Dari sana kami berpendapat bahwa perbedaan yang ada bukan untuk ditonjolkan. Hal terebut hanyalah sebuah alternatif lain dari memandang sesuatu, dan akhirnya bukan sesuatu yang harus dibesar-besarkan.

Pada titik ini, saya mulai dapat melihat sebuah titik terang. Tidak perlu menjadi Zuckenberg yang akhirnya harus berhadapan dengan teman dekatnya sendiri di mata hukum, demi mendapatkan jutaan teman lainnya. Yang dibutuhkan adalah mejadikan mereka yang berada di dalam sistem sosial kita sebagai TEMAN, dan mencari beberapa SAHABAT. Dan saya pun akhirnya harus bersyukur, bahwa the entire experience of my college years is not a Facebook experience, in Mark perspective. He need to make a few enemies, to gain a million friends. In my Facebook experience, I can add a thousand people, as friends, but I can share my life, this white, black and grey experience, with a few, certain, intimate friends, who I called them, my bestfriends.

Setitik Memori di Berjuta Keping Kenangan

Saya baru saja selesai menonton Eternal Sunshine of the Spotless Mind. Sebuah film yang menurut saya sangat, sangat bagus. Entah kenapa saya baru menontonnya sekarang, padahal film ini sempat masuk nominasi Academy Awards, yang berarti seharusnya sudah saya tonton berulang kali hingga saya tidak ingin menontonnya lagi. Film ini bercerita tentang seseorang yang ingin menghilangkan memorinya, menghilangkan setitik kenangan tentang sesuatu yang spesifik, hingga dia dapat bangun dari tidur dan menganggap bahwa hal tersebut tidak pernah terjadi. Ironis, dan futuristis, meskipun saya tidak yakin bahwa hal semacam itu bisa dilakukan. Siapa pula yang pernah terlintas dalam akal sehatnya bahwa amnesia adalah sesuatu yang diinginkan dalam hidupnya, meski amnesia itu parsial.

Namun selama kurang lebih seratus menit, saya diajak untuk berpikir, jika memang hal semacam itu memungkinkan untuk dilakukan, adakah satu kenangan dalam hidup saya yang ingin saya hapuskan? Adakah seseorang, yang untuk alasan tertentu, tidak ingin saya ingat pernah menjadi bagian dari hidup saya? Dan mulailah saya untuk merenungi setiap kejadian, pencapaian, kegagalan, hingga orang-orang yang selama ini ada di kehidupan saya.

Mungkin jika diibaratkan memori komputer, otak manusia adalah super hard-disk yang bisa menyimpan entah berapa besar kenangan, dari hal paing sepele hingga hal-hal besar yang mendefinisikan hidup kita. Dalam memori super canggih bernama otak ini, saya mungkin menemukan beberapa hal yang memalukan hingga membanggakan, orang-orang yang saya kenal dan menjadi bagian hidup saya hingga orang-orang yang demi Tuhan ingin saya lupakan. Entah sudah berapa banyak yang saya ingat, namun entah sudah beberapa titik juga saya ragu untuk melupakan sesuatu dari ingatan saya. Memori, entah mengapa, selalu datang dan pergi, selalu ada di saat kita tidak ingin mengingat, dan terkadang hilang ketika dibutuhkan. Namun dia selalu ada di sana, siap untuk mengakses dirinya kapan saja.

Saya bersyukur bahwa dalam usia saya yang akan mencapai 22 bulan depan, banyak kenangan indah yang saya sendiripun masih bisa tersenyum, tertawa, hingga meneteskan air mata haru ketika mengingatnya kembali. Hidup saya terlalu berwarna, pencapaian yang saya lakukan telah menembus batas imajinasi saya akan hidup ini. Ada pula hal-hal sedih, menyesakkan, keterlaluan yang tidak ingin saya ingat kembali. Terlalu sedih, muram, menjengkelkan untuk dikenang. Namun, hey, bukankah hidup tidak selalu senang dan momen-momen yang bisa saya kategorikan titik terendah hidup ini juga merupakan momen yang membentuk hidup?
Di titik perenungan tersebut saya pun sadar, bahwa Tuhan tidak pernah memberikan cobaan di luar batas kemampuan hambanya dan saya bersyukur untuk itu. Memori pahit yang ada pada otak saya ternyata bisa saya lalui dengan baik. Saya pun melihat kembali saya sekarang, di mana saya bahagia dengan hari ini dan terus menggapai bahagia di masa depan. Memori ada untuk menjadi pengingat, pembatas waktu begitu banyak momen hidup, hingga saya bisa bersyukur dengan apa yang terjadi hari ini dan yang akan datang.

Di era teknologi yang serba canggih ini, di mana memori dapat berceceran di berbagai keping-keping memori digital, sudah sepatutnya kita menjadikan masa lalu sebagai motivasi, untuk terus mejadi yang terbaik. Hidup tidak selalu sempurna, dan tidak selalu tidak sempurna. Sempurna adalah bagaimana cara kita memandang hidup sebagai sebuah anugrah.

Pada akhirnya, memori juga berhubungan paralel dengan hati, sekuat apapun keinginan saya untuk menghapuskan ingatan, hati selalu berbicara lain. Dan itulah indahnya hidup yang sebenarnya. Biarkan saja Joel dan Clementine yang menjalankan prosedur tersebut, karena pada akhirnya, seperti judul film itu, akan ada satu titik di memori kita yang menjadi kenangan yang entah bagaimanapun juga akan selalu ada di sana dan menjadi penanda siapa kita sebenarnya.

Tuesday, October 12, 2010

Terbanglah Bersama Garuda

Demi sesuatu yang besar, butuh pengorbanan yang besar pula.

Demi tiket murah, kemah di JCC pun dijabanin.

Dengan azas ingin tiket di bawah 6 juta rupiah, atau mungkin di bawah 5 juta rupiah, untuk perjalanan selanjutnya ke Australia, saya dan teman-teman memutuskan untuk bertaruh di Garuda Indonesia Travel Fair 2010. Setelah mendapatkan sms dari Lydia tentang GATF 2010, saya mulai mencari informasi di internet, dan terkejut bahwa CGK-MEL return hanya 410 USD. Bandingkan dengan fare normal yang sampe 700++ USD. Murah bukan?

Mulailah kami menyusun strategi dan mengumpulkan uang, dengan harapan 5 juta dapet tiket plus satu tiket untuk pempimbing. Sayangnya saya kurang jeli. 410 itu basic fare yang mana harus ditambah pajak, fuel, dll. Sayangnya lagi saya baru sadar itu ketika besoknya berniat untuk ke Jakarta bersama Nabila, teman saya yang lainnya. Jadilah semalaman cari info berapa pajak GA, dengan lihat kalkulasi tiket CGK-ICN saya, yang hanya 70 USD. Asumsi nih. Saya juga cari alternatif lain. Qantas yang 560 basic fare jadi 775 setelah tax. AirAsia direct MEL harus via KUL. Cathhay, via SIN atau HKG malah 1400-an. Gila ini. JetStar full booked. Maka demi kejelasan, diputuskan bahwa besoknya saya akan ke Garuda Bandung untuk konfirmasi pajak, untungnya saya kenal satu orang yang kerja di sana.

Ternyata, pajak untuk basic fare 410 adalah 140 USD! Jadi, kurang uang ceritanya. Paniklah saya dan minta uanglah saya ke teman-teman, dengan asumsi dapet tiket yang 550. Ke Jakarta dan baru ke GATF jam 6-an. Ternyata, yang berburu tiket bukan 100-200 orang, bisa dibilang ribuan. Apalagi ada midnight sale. Setelah mengantri di salah satu booth hampir satu jam, ternyata untuk tanggal yang kita pilih flight baliknya full booked. Cari tanggal berkali-kali, mbaknya bete. Kita disuruh mundur. Pindahlah Nabila ke booth lain, Shilla Tour, sementara saya mengantri ulang. Sayangnya, di booth yang awalnya teratur, mulai chaos. Mualilah saya pindah ke Shilla juga. Midnight sale tutup jam 12. Kita baru duduk jam 12. Untung si mbak masih mau ngurusin. Muailah mencari lagi, sayangnya memang full booked. Si mbak berjanji besok mau bantuin, tapi harga mungkin naik. Berdoa aja deh kita. Jam 2 baru pulang. Capek banget.

Besoknya, dengan mantapnya sampai JCC sebelum buka, dan atrian udah panjang aja. Langsung ke Shilla, dan ketemu mbak ang beda. Cari tanggal, dapet, sayang flight baliknya di waiting list. Si mbak nawarin combine jadi 587 untuk 10 hari stay. Keluar cari minum, sampe jam satu. Mulai ngumpulin duit lagi. Balik ke dalam, ternyata 587 hanya buat 7 hari. Paniklah kita, nge-push biat 10 hari. Sayang ga bisa. 557 tetep dihold, eh tetep waiting list. Ditawarin 597 buat 10 hari. Keluar, bingung, pengen nangis, kesel. Telpon sana, telpon sini. 911.

Balik lagi, 597. Cari tanggal. Dapet CGK-MEL dan MEL-DPS-CGK. Udah oke tuh. DPS-CGK tinggal 4 seat, si mbak bolak-balik ke Garuda. Kita duduk lemes. Ehhhh, ternyata ga bisa. Retur harus jalur yang sama. CGK-MEL-CGK atau CGK-DPS-MEL-DPS-CGK. Tentu opsi pertama, tapi ga ada. Akhirnya oke opsi kedua, dengan mundurin berangkat satu hari. Total 9 hari perjalanan termasuk terbang. Booked. Issued. Bayar.

Pengen teriak rasanya keluar JCC, udah jam 5 sore aja gitu.

So, teman-teman, dari 18-26 November, saya dan tujuh teman saya, plus satu pembimbing, akan berada di Australia. Doakan trip kali ini menyenangkan dan lancar.

Jadi makin cinta sama Garuda Indonesia, ga sia-sia jadi Frequent Flyer.

Sekarang, revisi proposal dan travel plan.

I'm excited, by the way!!!!



David

Thursday, October 07, 2010

Berburu Tiket

Selamat malam semuanya, untuk yang berada di Indonesia dan sekitarnya.

Kali ini saya sedikit super-excited dan super-pusing.

Jadi, kami-kami ini yang sudah tingkat 4, selain mempunyai kewajiban untuk segera mendaftarkan diri sebagai salah satu penstudi HI yang akan menuliskan skripsinya, di mana saya masih stuck di milih judul, ternyata juga mempunyai kewajiban yang disambut sukaria oleh semua, yaitu .... Praktikum Profesi.

Praktikum profesi seyogyanya adalah wadah bagi kami untuk mengaplikasikan apa aja yang dapat kami serap di kelas dalam sebuah kegiatan observasi lapangan. Dibawah naungan Laboratorium HI dan Jurusan HI UNPAD, kami akan mengamati serta mensimulasikan hasil observasi lapangan kami dalams sebuah pameran nantinya. Beban kreditnya juga cukup lumayan, 3 SKS. Dan pastinya semua berharap tidak mengulang, karena 'tradisinya' ini adalah acara per-angkatan.

Jadi kabar tentang praktikum ini sudah berhembus sejak akhir semester lalu. Merujuk pada praktikum sebelumnya, kami nati akan memilih destinasi, yang tentunya disesuaikan dengan banyak faktor, untuk kemudian melakukan beberapa kunjungan ke institusi yang berkaitan. Saya dan beberapa teman saya sudah mantap memilih Australia sebagai destinasi kami nantinya. Pertimbangannya, Australia itu luar negeri, relatif jauh, dan berbahasa Inggris. Bisa dibilang satu-satunya negara barat di wilayah Asia ini. Kami juga memperjuangkan agar kami bisa pergi dengan 'gaya kami', demi menekan pengeluaran, yang mudah-mudahan bisa dialokasikan ke pos lainnya, belanja mungkin.

Tapi itu cerita dulu, sebelum saya bertolak selama dua bulan di Korea. Ditunggu-tunggu kok ya belum pasti programnya, akhirnya, saat sebelum saya ke Korea, proyek kami ini dipetieskan. Berimbas pada pengeluaran selama di Negeri Gingseng, yang artinya, tidak menabung.

Angin segar datang awal minggu ini, bahwa dengan sistem praktikum baru, segala keinginan kami bisa diakomodir. Mulailah kami, yang dulunya sudah berangan-angan akan ke benua Kangguru, melelehkan lagi rencana itu. Dengan batas waktu pengumpulan hasil yang hampir dua bulan lagi, kami main-main dengan waktu.

Saudara-saudara, satu hal yang membuat ribet saat mau ke luar negeri menurut saya ada dua : tiket dan Visa. Untuk Visa Australia, saya baru saja chatting dengan teman saya yang juga ke New York bareng setahun yang lalu, menurutnya Visa Australia tidak akan seribet Visa US. Saya juga sudah survey di internet mengenai proses pembuatannya, yag mudah-mudahan tidak ribet.

Nah, jadinya masalahnya tinggal satu kan : tiket. Entah mengapa tiket ini kok ya ngeribetin banget. Direct flight dari Jakarta-Melbourne hanya dimiliki oleh Garuda Indonesia, dan harnganya lumayan, Untungnya akan ada GAFAIR 2010, yang memberikan potongan harga hampir 50%. Sayangnya, kalau memang kami niat ngejar tiket ini, kami harus sudah siap booking ... akhir minggu ini. Gosh!

Pilihan kedua adalah Qantas, yang meski beda 100 USD dengan tiket GA promo, tapi mudah-mudahan masih banyak tersedia. Oh iya, Qantas juga ga direct Melbourne, harus transit di Sydney dulu ternyata.

100 USD, satu jeans lah ya, atau support makan satu minggu. Hmmmmm.

Berburu tiket itu emang asik! Menelusuri website setiap maskapai dengan harapan ada tiket murah dengan destinasi impian. Kadang-kadang buat penyemangat saya setiap pagi.

Tapi entah mengapa, kali ini terasa ribeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeet aja!



David

Sunday, October 03, 2010

Balada Tahun Keempat

Tidak terasa, sudah tiga tahun lamanya saya di Jatinangor untuk menuntut ilmu. Meskipun lebih banyak mainnya daripada di kelasnya, ada perasaan tersendiri ketika KRS awal tahun ajaran ini. Beban SKS mulai meringan seiring berjalannya waktu akademis, namun bukan berarti beban hidup juga turun dengan drastisnya. Entah kenapa, awal tahun ini seakan menjadi titik mula pembuktian saya dan teman-teman satu angkatan akan apa yang telah kami lakukan selama tiga tahun ke belakang. Ya, kawah candradimuka sudah di depan mata kawan-kawan! Siap ga siap, itulah realita.

Di mulai dengan adanya pilihan untuk mencantumkan Usulan Penelitian (yang berbobot 3 kredit) dan Skripsi (yang berbobot 6 kredit) pada rencana studi kami semester ini. Skripsi adalah kawah candradimuka itu! Peru tenaga lebih yang disalurkan, ini bukan hanya makalah 50 lembar untuk Tugas Akhir. Bisa dibilang, inilah pembuktian kami pada banyak pihak, mulai dari orang tua, teman, hingga dosen, bahwa selama tiga tahun kami menyerap apa yang dibincangkan di kelas. Kami memahami betul setiap teori dan aplikasinya. Dan kami kreatif serta inovatif dalam menuliskannya.

Mulailah kami menjadi makhluk-makhluk yang rajin ke perustakaan. Mencari ilham untuk tiga tema pra-usulan yang nantinya akan menentukan langkah selanjutnya. Saya pribadi baru mantap dengan dua angan-angan di kepala, sangat berat untuk merangkainya menjadi kata-kata satu halaman masing-masing tema. Teman saya ada yang sudah mengajukan judul, bahkan menjalani seminar usulan. Saya seakan-akan jalan di tempat! Hanya bermimpi sembari tanya sana tanya sini.

Bertanya pada kakak kami yang suda lulus, sudah sidang skripsi, sudah UP, sedang bimbingan mengakibatkan saya berkesimpulan bahwa pengalaman yang dilalui akan beragam. Saya takut, takut membanyangkan bagaimana saya nantinya! apakah target lulus Agustus ini tercapai? Atau saya akan menjadi sebagaian yang entah bagaiamana caranya akan berurusan lama dengan skripsi?

Maka seakan ada alarm kencang yang dibunyikan, "Hei kalian 2007, sudah saatnya bersikap dan menghasilkan sesuatu". Ada deadline yang harus dipenuhi.

Semoga balada ini akan dilalui dengan penuh sukacita, bukan dengan nestapa.

Semoga ...



David

Udah lama, ada yang kangen ga?

Halo, selamat siang.

Ya ya ya, judul di atas emang minta dikomenin banget. Dan ga tau deh ada yang mau ngasih komen atau ga. LOL.

Yang pasti memang saya sudah lama ga main-main lagi ke blog saya ini. Alasannya bisa beribu dan cukup dibentangkan dari Jatinangor sampe Dago. Tapi ga tau kenapa, di tengah-tengah kesibukan tugas ini (satu presentasi dan dua tulisan filsafat), saya pengen banget nulis. Jarang-jarang lho kepengennya sampe pengen banget. yang pasti ini ada ujan dan ada petir, mengingat emang itu faktanya, dan berharap ada yang baca posting ini.

Jadi selama ini saya kemana aja?

Ada kok, makin sering online. Cuma ya itu tadi, keinginan buat nulisnya lagi ga ada. Dan emang alasan klasik ya. Yang pasti saya sehat walafiat, meski cuaca saat ini ga bisa ditebak juga. Yang pasti sampai akhir 2010 ini, saya bersyukur masih diberikan kesehatan sama Allah SWT, masih diberikan kesempatan untuk menikmati hidup, dan juga rezeki yang berlimpah.

Sekedar review aja, awal 2010, setelah hampir satu bulan saya KKN di daerah Indramayu, saya ke Malaysia sekitar satu minggu untuk mewakili UNPAD dan Indonesia di the First ASEAN Student Convention on Leadership and Integrity di Selangor. Perjalanan yang unbelievable karena dadakan dan murni ga sengaja. Nanti di posting lainnya ya saya akan nulis ini, promise! Selanjutnya, selama Juni-Agustus kemarin, saya berada di Korea Selatan untuk summer school di Ajou University. Khusus untuk yang ini, tadinya saya berencana untuk membuat blog khusus dan melaoprkan secara langsung dari negerinya Lee Min Ho itu, tapi kok ya di sana malah main terus. Blognya juga udah saya hapus karena hanya satu posting doang. Sama seperti pengalaman saya di Malaysia, I'll try to make a post about it!

Lalu apa coba hubungannya sama judul di atas?

Ada lho!

Melalui dua perjalanan tadi, saya mendapatkan teman-teman baru. Dan terima kasih untuk teknologi, kami masih saling terhubung melalui Facebook. Dan sudah hampir dua bulan, kalau dihitung dari Agustus, saya mulai kangen dengan teman-teman saya itu. Ingin rasanya booking tiket dan langsung terbang untuk ketemu mereka, tapi ga mungkin lah ya. Dan saya yakin mereka juga merasakan hal yang sama.

Dari perasaan itulah, saya akan membuat janji, bahwa suatu hari saya akan mengunjungi mereka. Di belahan dunia manapun mereka berada. Seperti tag line Ajou Summer School tahun ini, Forever in Our Memories. Pertemanan baru ini saya syukuri sebagai karunia yang diberikan-Nya. Karena akhirnya saya punya teman di hampir semua benua di dunia.

Hmmmm, interesting kah?


David

Thursday, February 25, 2010

This Is Special...

Because I didn't post about my New York journey and my Kuala Lumpur journey. But I dedicated my time, which I should dedicated it to my assignment, to write a post today.

This is the last day on my 20. When the clock tick 12 times this night, I'll be 21. For some people, 21 is a very special year, especially for men. We, finally, legally to enter some club and to get wasted, but trust me I'm not planning doing it. 21 is the time when we will start to think about our future. What we will do next, how we plan our life, stuff like this. So, for making a great planning, let's see what actually happen in a previous year for me.

My 20 started with a great surprise from my friends. They bought me 3 cakes, which one of them ended in my clothes, with cartoons on it. Imagine when you're 20 and you're birthday cake was Baby Mickey, Little Mermaid, and Hello Kitty. They actually didn't communicate with me in a day to make me surprise. And for you who dedicated the day for me, I only can thank a lot for everything you've done. And also it remember me how I have friends, no matter how hard my life is. Love you all, and hope the friendship will be forever.

Don't forget to mention about the NY trip last year. One of a hell trip that I've done. My first time overseas and it was right to the center of the universe. Well, since the song from Alicia Keys and Jay-Z wasn't release yet, so I can't sing my lung out to that song. And New York was an inspirational destination, and also a very great lesson in life. The best part of all, stay in our Permanent Representative office for the journey and take a picture with the minister-to-be-but-now-he-is Mr. Marty Natalegawa. I will print the photo soon, and hang it on my room.

The next great thing that happen last year is Symphonesia. The first event that I was one of the busiest people for it. Those late night meeting, exhausted journey, arguments, coffees, ideas, skipping classes was paid off in the great 2 days events. I miss it so much!!!!

And last, when it comes to my last week of 20, I went to Malaysia for the 1st ASLI 2010. It was a very great journey. The committee, new friends, new experience, and all is great.

So, in this last hours in my 20, I thank God for all You gave me this year. I hope that the next year will be great.



David

Monday, January 11, 2010

Saya, 24 Jam Terakhir

Dimulai dari jam 6 AM, 10 Januari 2010

  • 6 A.M -- Masih tidur
  • 7 A.M -- Bangun, ngulet-ngulet, morning ritual, bikin kopi, online
  • 8 A.M -- Masih online
  • 9 A.M -- Gabut ga jelas, mati lampu, beresin kamar
  • 10 A.M -- Lampu nyala, laper, bikin oatmeal, online lagi
  • 11 A.M -- Onlineeee terus
  • 12 A.M -- Mulai laper
  • 1 P.M -- Males keluar cari makan, secara belum mandi, online sambil baca novel
  • 2 P.M -- Tambah laper, sms delivery, sadar pulsa abis, ga ada yang buka tukang pulsanya, sms nyokap
  • 3 P.M -- Makanan dateng, kenyang, mandi deh
  • 4 P.M -- Ke Gheo
  • 5 P.M -- Bergossip, hahahihi
  • 6 P.M -- Liat video-video di laptop Gheo, Iffa ngenet
  • 7 P.M -- Laper, pesen nasi goreng mas coy
  • 8 P.M -- Pulang Kosan
  • 9 P.M -- Niat mau tidur, ga bisa tidur
  • 10 P.M -- Nonton The Island di Trans
  • 11 P.M -- Baru selesai, masuk kamar, nyalain laptop
  • 12 P.M -- Mulai nyadar kalo insomnia
  • 1 A.M -- Ngirim wall FB, bikin koneksi di LinkedIn
  • 2 A.M -- Browsing summer program
  • 3 A.M -- Browsing summer program, tapi mulai realistis
  • 4 A.M -- Mulai cape cari beasiswa, ngeadd anak UNYA di FB, liat-liat foto, semakin pengen ke luar lagi
  • 5 A.M -- Kangen SYMPHONESIA, googling
  • 6 A.M -- Update blog
Edan, edan tenan. Hidup gue sangat sangat sangat tidak produktif ya 24 jam ini. Dan sekarang udah mulai ngantuuuuk aja.

Tidur enak nih kayaknya.




David
Pikiran-Perut-Tenaga-setengahsadar

Sunday, January 10, 2010

When It Comes to An End

Terkadang, perpisahan bukanlah suatu hal yang menyenangkan. Bahkan bagi saya, perpisahan selalu menjadi sebuah hal yang sangat menyedihkan. Masih teringat bagaimana saya harus berpisah dengan Bandung dan pindah ke Pekalongan, beberapa tahun yang lalu. Atau momen-momen kepindahan saya ke Bandung (lagi) untuk kuliah. Semuanya mengharukan dan menjadi dua titik dalam hidup saya. Titik perpisahan dengan sesuatu yang sudah menjadi bagian dari keseharian dan juga titik awal sebuah babak baru.

9 November lalu, saya mengalami lagi perpisahan. Perpisahan pada suatu hal yang telah saya dan teman-teman perjuangkan sejak tujuh bulan sebelumnya. Perpisahan saya dengan SYMPHONESIA 2009.

Sesuai dengan rencana, SYMPHONESIA 2009 diselenggarakan pada 8 dan 9 November 2009 di 3 lokasi yang berbeda. Ruang Maluku Hotel Grand Aquilla, Jalanan dari Dipati Ukur hingga depan Gedung Sate, dan (sekali lagi) Sasana Budaya Ganesha menjadi tempat perpisahan itu, seklaigus tempat pembuktian...

... bahwa dengan segala rintangan yang ada, kami berhasil mewujudkan SYMPHONESIA 2009.

Ya, dimulai dengan pencalonan Ketua SYMPHONESIA 2009, yang akhirnya menjadikan Adya Widyadhana menjadi salah satu mahasiswa tersibuk selama setenga tahun kebelakang. Dan dimulailah fase-fase diskusi hingga tengah malam untuk menentukan tema dan lain-lainnya. Setelah memilih tema ASEAN untuk tahun ini, sata pun ditunjuk sebagai Program Director atau Koordinator Acara. Believe me, ini pertama kalinya saya menjadi koordinator untuk sebuah acara yang skalanya ASEAN, dan saya terima tugas ini sebagai sebuah tantangan dan arena pembelajaran bagi saya. Tentu saja, banyak hal yang dapat saya pelajari dengan bergabung dalam kepanitiaan saya kali ini. Selain belajar bagaimana membuat sebuah event, pelajaran lain pun akan saya dapatkan seperti bagaimana menghadapi orang, bagaimana menghandle krisis, bagaimana bernegosiasi, hingga bagaimana menerima pendapat, kesalahan, hingga prestasi. Sebuah pembelajaran yang mungkin tidak saya dapatkan di kelas dan di tempat lain.

Jadi, mulailah saya dengan tugas baru itu. Memilih tim yang pas untuk poduksi kreatif acara ini ternyata susah susah gampang. Ada banyak hal yang perlu saya pertimbangkan. Ada banyak orang yang masuk kualifikasi dan banyak pula yang hanya sekadar mencari eksistensi. Memilih teman untuk bekerja dengan saya, yang akan membantu saya, memberikan input, hingga mengingatkan saya, itulah yang paling sulit. Ada beberapa yang memang saya sudah tahu bagaimana reputasi dia dan untuk itu saya minta secara pribadi untuk bergabung. Ada beberapa yang saya sudah dengar kemampuannya, namun secara personal saya tidak tahu. Ada yang secara personal sudah saya kenal, tapi tidak tahu bagaimana dia bekerja. Ada yang tidak saya kenal, baik secara personal dan profesional. Setelah serangkaian seleksi, tarik ulur dengan divisi lain, hingga perenungan saya sendiri, saya memilih 20 orang untuk mewujudkan acara ini.

Saya kemudian membagi 20 orang tersebut menjadi 4 tim sesuai dengan rangkaian acara tahun ini. Mungkin banyak teman-teman yang ingin sekali bekerja di konser. Trust me, it have all the strees that might make you wanna cry, beside the opportunity to work in a show business. Sayangnya, saya sudah memutuskan untuk membuat tim konser seminim mungkin dengan harapan maksi. Saya tidak memprioritaskan satu acara dengan acara lainnya, karena menurut saya, SYMPHONESIA adalah kesatuan. Semua acara punya tantangan tersendiri, spesialisasinya tersendiri. Dan inilah misi saya dari awal, bahwa SYMPHONESIA akan dikenang sebagai multievent tersebesar di Bandung, atau bahkan di Indonesia nantinya, bukan hanya pagelaran musik saja. Ya, memotivasi teman-teman yang tidak bekerja di konser juga merupakan fokus saya. Saya juga berusaha untuk memberikan perhatian lebih pada mata acara lain. Yang saya inginkan adalah dimanapun teman-teman ditempatkan, mereka akan memberikan yang terbaik untuk acara ini.

Setelah memiliki tim yang saya rasa cukup handal untuk mewujudkan apa yang kita semua inginkan, mulailah bulan-bulan penuh kerjaan. Sebagai salah satu divisi yang ada di bawah teknis, memang pada bulan-bulan awal belum terasa sibuknya. Yang kami lakukan hanya mendeskripsikan acara, melihat peluang pengisi acara, muali mengontak dan lain-lain. Namun mulai bulan Agustus lah kami ini menjadi manusia-manusia sibuk. Mulai dari mengontak artis untuk konser, memikirkan jalur karnaval, mengontak tenant makanan dan minuman, mengontak Deplu, bersiap dengan teman-teman ASEAN, dan lainnya. Puncaknnya tentu saja hitungan mundur acara di satu bulan terakhir. Saat ini lah saya diuji, mulai dari artis yang tidak jadi tampil, pihak Deplu yang sedang sibuk, beberapa perwakilan ASEAN yang tidak bisa hadir, sampai hal-hal lainnya yang membuat saya berpikir bahwa I'm not the right man in the right place. Tekanan sebagai koordinator mulai dirasakan. Dan yang bisa saya lakukan hanyalah mengerjakan apa yang saya bisa saya berikan semaksimal mungkin dan diam.

Hari H pun tidak luput dari seribusatu detail yang tidak terpikirkan. Mulai dari tidak ada penyambutan di Gedung Sate, ada yang batal mengisi stand, hingga terlambat masuknya sound dan ligting dan kesalahpahaman di sound chechk. Duh duh duh, rasanya saya ingin langsung tanggal 10 November saja, ketika semua nya sudah selesai. Namun ini lah tantangannya, tantangan untuk semua panitia. Bagaimana dalam waktu yang singkat, dengan emosi yang sudah cukup sangat tinggi, harus tetap berpikir jernih dan juga menyelesaikan masalah yang ada.

Puji syukur kehadirat Illahi Rabbi, karena selama dua hari tersebut kami diberikan limpahan anugerah dan kesabaran serta kekuatan yang melimpah. Tidak pernah saya pikirkan bahwa saya akan menjadi orang di garda depan untuk sesuatu sebesar ini. Kecemasan seratus persen saya mulai hilang berangsur-angsur ketika seminar ditutup oleh moderator. Ketika romobongan karnaval berangsur-angsur meninggalkan gedung sate. Ketika saya melihat stand-stand dari negara ASEAN mulai terisi. Hingga akhirnya benar-benar lega ketika Glenn Freddly turun panggung. Sebuah pengalaman yang sangat membanggakan, memberikan banyak pelajaran, dan menginspirasi.

Dan akhirnya, perasaan sedih pun menghampiri ketika saya melangkahkan kaki keluar Sasana Budaya Ganesha pada tanggal 9 November tengah malam. Saya akan berpisah dengan pengalaman yang luar biasa. Ibaratnya, saya dan teman-teman adalah orang tua dari SYMPHONESIA 2009 dan dia telah lahir, dan sekarang kami membiarkannya untuk tumbuh dan berkembang. Ya, malam itu perasaan saya campur aduk. Sedih, senang, bangga, haru. Tapi, apapun yang telah kami lakukan, kami anggap itu sebagai prestasi tersendiri.

Terimakashi untuk semua yang terlibat. Tanpa kalian, ini hanyalah mimpi orang-orang di tengah malam di kosan Widhi.

Sekali lagi, terima kasih.





David

Sunday, October 04, 2009

Kabar-kabar Semester 5

Ya, sekarang saya sudah semester 5, yang artinya sudah 2 tahun lebih saya menuntut ilmu di bangku kuliahan. Selama itu juga saya jauh dai keluarga, berjuang untuk hidup mandiri sebagai anak kosan, dan tentu saja belajar. Meskipun yang terakhir, sangat jarang dilakukan.

Jadi apa kabarnya semester ini?

Sepi.

Sepi karena semester ini saya hanya mengambil 11 SKS. Okey sekali lagi, 11 SKS. Saya yang biasanya mengambil 20-21 SKS tentu saja merasa sepi banget kuliahnya. Meskipun beberapa mata kuliahnya diprediksikan akan menyiksa lahir batin, fisik dan pikiran.

Semester ini saya akan berjuang untuk :

  • Analisis Kebijakan Luar Negeri (2 SKS)
  • Metode Penelitian Sosial Kuantitatif (3 SKS)
  • Kejahatan Transnasional (2 SKS)
  • Globalisasi : Isu dan Kontroversi (2 SKS)
  • Gender dan Seksualitas dalam Politik Dunia (2 SKS)
Alasan mengapa saya HANYA mengambil 11 SKS adalah karena sudah banyak mata kuliah yang saya ambil di semester-semester berikutnya, sedangkan untuk mengambil ke atas, mata kuliah semester 7, banyak yang merupakan mata kuliah dengan prasyarat atau mata kulaih lanjutan. Jadi ya itu dia yang terbaik yang bisa saya lakukan.

Meskipun, saya beruntung juga cuma ambil 11 SKS. Karena saya sedang bekerja dalam sebuah proyek super-mega-dahsyat-bombastis, SYMPHONESIA. Dan ga tanggung-tanggung saya adalah Program Directornya. Sehigga, sering saya dan Anggi, teman saya yang juga bekerja di SYMPHONESIA, bercanda bahwa 10 SKS lainnya adalah SYMPHONESIA.

Dengan itu, saya hanya akan ke kampus untuk kuliah pada hari Senin, Selasa, dan Kamis. Sisanya akan saya baktikan untuk SYMPHONESIA.




David



PS. Silakan kunjungi web SYMPHONESIA di www.symphonesia.com. SYMPHONESIA, Bandung's Greatest Event.

Friday, October 02, 2009

Coming Back Home

I already finish my trip to US in months. Yet, I've not write about it. Some of my friends had actually write about the trip.

But now, I just want to give my gratitude to these people, who make my dream comes true.

To my parents, who always believing in me, who always give me a huge support when I'm down, who already want to give everything, so I can be one of the world's most happy child. I love you, Ibu and Ayah. Always. I just don't know to express it.

To my family, who gave me support. Really appreciate that!

To Padjamada, (Pilar A. Paradewi, Nafisah R. Wulandari, Amalia N. Rizki, Arif A. Putra, and Yetty Grace), we are rocks, guys. For being brother and sisters to me. In sad and happy time. For our endless moment to make the trip. For a great two weeks. Though may you feel something about me, I thank God for having you, and I'm sorryfor my mistake. Thank you!

To my best, (Anggia Utami Dewi, Iffa Latifah Zulfa, Khairunisa, Nabila Nuruljah, R. Khairul Rahman, Gheo Eraldika) for always stand beside me in my hardest time. For balancing my life. For always give a a spirit when I'm down. And for those crazy moment that I miss when I'm in New York.

To Mr. Sony A. Nulhaqim and Miss Sendy Kristiani, our beloved lecturer. For supporting us in this project.

To H.E. Amb. Marty Natalegawa. Mr. Hassa Kleib, Mr. Triyogo Jatmiko, Mr. Candra W. Yudha, Mr. Febriyand Rudyard, Mr. Kunimin, and all Permanent Mission of the Republic of Indonesia to United Nations, New York. To giving us place to live. For the support. I always have a dream to coming back to PTRI NY as a diplomat.

To Jatmiko family. For a nice barbecue night and dinner. For being a new family for us. And for the supply of authentic Indomie. Hehehe.

To Mr. Rafael Setyo. Though we can't have a trip to VOA, to meet you is a great experience. And for the dinner...

To Christanita L. Karinda, Niki Unanto, M. Akbar, Bagas H. Yudo, and Pandu. R. Wicaksono. For believing our dream. Really appreciate you guys. Hope someday we can make a trip together.

To Adhya Widyadhana and Brivenery Primayuditha, the OCP and Director of Technical Department of Symphonesia. For letting me go for two weeks, and pending my works.

To all UNYA delegates from Indonesia. For being a new friends.

To all my friends in HI UNPAD. The experience is worth to share with you. Next trip will be with you guys, for our Practicum right?

And to all of you, that I'm not mention in this post. Thank you, thank you, thank you.

The experience is worth it.



David

Sunday, July 26, 2009

Big Trip


So, I'm about to leave Indonesia for a while.

This trip is a huge one. Actually, my first trip aboard. I don't know where to started the story. The day that I hear the events? The day I paid my registration fee? The day I got the Acceptance Delegate Letter? The day I arrange the travel proposal? The day I made my passport? The day I applied for my Visa? The day I was interviewed for the Visa? The day my visa still in process? The days that I called the embassy and worried about my visa? The day I try to pass my dream? The day I got my Visa? Or the days I wait for the trip?

I already love the city.

I'll spend 8 days in the city, and move to the capital for another trip.

I Love New York.

Wish me luck for the trip.



David

Monday, April 20, 2009

Hanging On The Wall...

Belum lama ini, saya membaca salah satu blog dari actor Indonesia, Christian Sugiono. Di buat terkejut juga saya dengan tulisan nya yang rutin, dan tentu saja berbobot. Heran aja ada artis, dengan kegiatannya yang seabrek masih sempet nulis lagi. Bagus lagi... Nah, di salah satu postingan nya itu ada yang ngebahas tentang non digital desktop. Non digital desktop, menurut Tian, adalah tempat di mana kita menempatkan barang-barang yang mungkin dalam waktu dekat akan dipake kembali, jadinya kita ga harus nyari barang-barang tersebut ketika sewaktu-waktu dibutuhkan, karena dengan hanya melihat ke desktop kita bisa langsung nemuin benda-benda itu. Intinya, sama kali ya dengan desktop PC atau notebook, tempat di mana file penting dan shortcut berada.

Jujur, saya ga punya non digital desktop. Alesannya, meja belajar saya di kosan memang tidak berfungsi sebagai non digital desktop karena udah cukup penuh dengan bahan kerjaan. Apalagi kalo lagi deadline tugas atau kerjaan, beuhhh, yang ada malah buku-buku dan kertas-kertas yang hampir menutupi semua wilayah meja. Kalo udah gini keadaannya, saya lebih memilih menaruh barang-barang penting, seperti HP dan dompet, di kasur. Jadi, technically, saya gak punya non digital desktop.

Tapi saya punya dinding. Mulai binggung??? Maksudnya, saya punya beberapa benda yang tergantung di dinding kosan, dan semua nya penting. Makannya saya nulis posting ini untuk share apa aja sih yang ada di dinding saya.

Basically, dinding saya ya sama aja sama dinding kosan lainnya. Bercat putih, boleh ditempeli apa aja, dan akan menemani saya selama saya ga pindah kosan. Mulai dari awal saya kuliah dan ngekos, ada beberapa benda yang emang udah saya gantung di sini, dan seiring berjalannya waktu, benda-benda tersebut nambah dan sekarang jadilah dinding saya ini fitur paling rame daripada benda-benda lainnya yang ada di kamar saya.

So, tanpa basa-basi lagi, please welcome my wall...


Ini benda pertama yang ada di dinding saya, Schedule Board. Inget banget ini benda dinding pertama yang saya beli. Pertama kali liat, di kosan temen saya, dan ini sangat berfungsi banget loh. Berada tepat di atas meja belajar, jadinya semua jadwal deadline tugas, kerjaan, bayaran, dll saya tulis di sini, selain emang saya masukin di reminder HP. Beda ternyata rasanya kalo kamu liat deadline yang ditulis sama deadline di reminder digital. Tulisan akan lebih ngena dan ngingetin bahwa ada sesuatu yang harus diselesaikan. Di board ini juga ada kolom target, dan saya isi dengan target-target saya, yang ternyata isinya adalah target jalan-jalan gratis ke luar negeri, alias beasiswa... Hahaha.... Yang paling bawah itu kolom note sebenarnya, cuma saya tulis quote dari Paulo Coelho aja, kata-kata dari The Alchemist, yang menjadi motivasi saya, bahwa kalo saya mau, pasti saya bisa.



Nah, yang selanjutnya adalah Styrofoam board, yang menurut saya adalah aksesoris paling ribet di kamar saya. Board ini saya beli bersamaan dengan schedule board. Saya letakan board ini di dinding samping kiri, di mana ketika saya duduk di depan meja belajar, dan menolehkan kepala ke kiri, maka yang akan terlihat adalah board ini. Benda ini bisa dikatakan kumpulan bermacam-macam hal penting yang punya memori dalam hidup saya sampai sampah-sampah penting yang ga tau kenapa harus saya tempel di sana. Okey, saya akan mulai menjelaskan apa yang tertempel di sana. Pertama, foto saya bersama DC (Debating Circle) UNPAD. Foto ini dibuat pada saat tahun pertama saya bergabung dengan mereka, kalo ga salah sih setelah turnamen pertama saya. Sebuah kumpulan orang-orang yang akan berenergi ketika mereka mempertahankan sebuah pemikiran atau menyangkalnya. Yang kedua, mini poster Rectoverso. Selanjutnya ada syal panitia ketika Renville 2008, kuning untuk divisi Acara. Guntingan Kompas, yang bergambar H. E. Marti Natalegawa, ketika vote abstain untuk sebuah kasus di PBB. Tiket nonton. Tiket travel. Jadwal ujian. Tiket konser. Tulisan tentang harapan saya ketika SMA. Badge OSIS. Postcard dari Italia, yang dikasih sama Anggi. Hingga daftar absen di SMA. Benar-benar penggabungan sampah dan memorial kan. Hahaha. Kdang-kadang saya bertanya kepada diri saya sendiri, mah sampai kapan saya hanya punya sau board, kalo setiap ada sesuatu yang menurut saya penting akan saya tempel di sana..???



Yang ini adalah kumpulan Name Tag dari berbagai kegiatan yang saya ikuti. Saya sangat senang mengkoleksi name tag sejak SD. Menurut saya, dengan melihat name tag ini, saya akan teringat dengan apa yang telah saya lakukan di luar kegiatan akademis. Dude, I'm a kind of multi tasking person.. Hehe. Jadinya, menurut apa yang di gantung di sana, selama masa kuliah saya ini, saya sudah mengikuti kurang lebih 10 kegiatan non akademis, dan akan terus bertambah karena saya masih punya waktu kurang lebih satu setengah tahun lagi (Amin...) sebelum saya meninggalkan bangku kuliah ini. Kalo diingat-ingat lagi, banyak cerita seru dibalik name tag itu. Contohnya, name tag SYMPHONESIA. Yang teringat adalah hari-hari di sabuga, nungguin check sound, trip ke Jakarta buat meeting, tiba-tiba di telpon untuk meeting dan bolos kuliah, nelfonin dan ditelfonin managernya Maliq & d'essentials, kerjaan backstage yang membuat saya ngebawa botol Aqua ke mana-mana, malam-malam penuh rundown, lari-lari sayap-kanan-sayap-kiri hanya untuk memastikan akan yang dikatakn Widi (patner-in-crime-untuk-masalah-managing-stage), berdua sama Lydia ngasih tau waktu off buat MC, ngasih sign pake senter, sampe ke atas panggung dikerjain MC hanya karena HT saya off. Hahaha. Lain lagi kalo liat name tag PNMHII XX. Yang keinget adalah semalem nginep di Apartemen Setaibudi, bawa-bawa koper ke venue Symphonesia (yup, PNMHII held right after the busy Symphonesia), flight pertama ke Riau (yang sebenarnya pengalaman pertama terbang), kamar yang 'out of expectation', ceceran materi tentang 'mari selamatkan hutan', makanan pedas, betapa besyukurnya kuliah di UNPAD, kemana-mana dikawal Patwal, ke Siak cuma liat Mesjid dan jembatan, Pasar Bawah dan kalap, hingga menggila terbang ke Semarang dari Jakarta. Hahaha....



Dan gongnya saudara-saudara, adalah ini, sebuah dua-katon-yang -dijadikan-satu-warna-ungu-atau-pink-tua, ini adalah kejutan pada saat ulang tahun saya yang ke 20, berisikan tanda tangan dan entah-apalah-yang-mereka-katakan untuk saya sebagai birthday wishes... Hahahah... I Lve It, so much...

So, what's actually on your wall???


David


PS : Silly me, I never have a mirror hanging on my dorm room wall. Hhahaha

Monday, March 09, 2009

Mengapa Terlambat dan Akhirnya Hilang?

Mengapa ini terlambat disadari?
Mengapa dulu ini dipertanyakan?
Mengapa dulu tidak berani?
Mengapa dulu terpisah?
Mengapa ketika sadar, hubungan kita sudah tidak ada lagi?
Mengapa setiap hari dia bertambah cantik?
Mengapa tidak bisa ke lain hati?
Mengapa dipertemukan kembali?
Mengapa dia ada yang punya?
Mengapa sekarang?
Mengapa?


... hanya ada satu jawabnya,
karena Tuhan punya rencana lain,
dan karena itu adalah misteri...

Tuesday, March 03, 2009

Oficially...

Sebenernya sih saya ga mau posisi ini,
sebenernya saya ga terlalu involve di sini,
tapi akhirnya ....


I"M OFFICIALLY BECOMING THE NEW EXECUTIVE SECRETARY FOR ESU UNPAD....


Kinda weird, huh?

Wednesday, February 18, 2009

Multinational Coorporations dan Budaya, catatan setelah kuliah...

Gini nih jadinya kalau ternyata ngambil mata kuliah yang pas, dengan tim dosen yang yahud pula. Apa yang kita bicarakan di kelas merupakan suatu yang worth it untuk disimak dan juga diceritakan. Dan jujur, jarang banget saya ketemu kombinasi mata kuliah yang seperti ini. Makannya, saya sangat bersemangat untuk masuk kelas ini, meskipun baru mulai jam 1 siang, setalah dua mata kuliah yang sangat berat.

Namanya PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM POLITIK DUNIA. Nama bekennya, MNC. Merupakan salah satu mata kuliah pilihan untuk semester 4, selain Migrasi Internasional dan Hukum Perdata Internasional. Mengapa saya pilih mata kuliah ini daripada yang lainnya adalah karena menurut saya bahasan MNC ga akan ada habisnya. Mau dibahas dalam perspektif manapun, MNC tetaplah menarik. Apalagi sekarang ini, MNC ada di mana-mana, dan merupakan salah satu penyedia lapangan pekerjaan yang memungkinkan untuk dimasuki oleh lulusan jurusan HI.

Selain itu, mata kuliah ini adalah mata kuliah baru. Belum pernah ada sebelumnya di HI UNPAD. Juga menurut dosen pembimbingnya, mata kuliah ini jarang diajarkan di jurusan yang sama di universitas lain. Mungkin hanya sedikit yang membahas MNC menjadi salah satu mata kuliah. Salah satu universitas yang mempunyai MNC sebagai mata kuliah adalah University of South California, dengan Multinational Enterprises in Global Politics.

Mengenai dosennya, saya baru kenal Bu Viani, atau yang lebih sering dipanggil Teh Viani. Beliau adalah dosen mata kuliah Pengantar Ekonomi di semester 1. Dan saya akui, Teh Viani adalah satu dari sekian dosen HI UNPAD yang bisa diandalkan. Untuk dosen utamanya, Pa Widya, saya belum pernah ketemu, kecuali di account Facebooknya.

Cukup untuk pengantarnya, langsung pada apa yang saya ingin sampaikan di sini.

Judul di atas merupakan hasil dari pertanyaan saya di kelas siang ini. Perkuliahan hari ini sebenarnya membahas apa itu MNC dan bagaimana perkembangannya secara umum. Dan seperti biasanya, setiap hampir akhir perkuliahan, sang dosen akan memberikan waktu untuk pertanyaan, yang sayangnya terkadang mahasiswa memilih untuk diam karena injury time. Termasuk saya juga sih, dengan alasan yang berbeda tentu saja, karena memang kalau ga ada yang perlu ditanyakan, saya memilih untuk diam.

Tapi tidak untuk kali ini, karena ada sesuatu di pikiran saya, dan juga belum injury time...

Jadi saya pun bertanya, "Apa yang sebenarnya terjadi, MNC membuat gaya hidup baru di masayarakat, atau justru gaya hiduplah yang memberikan kesempatan kepada MNC untuk berkembang?" Wew, saya terkagum sendiri lho dengan pertanyaan ini, karena biasanya saya malas bertanya, kecuali di tutorial, apalagi kalo bertanya sampe tataran filosofisnya. Saya, yang orangnya simple, lebih memilih untuk diam dan mencatat.

Nah, ternyata pertanyaan saya ini cukup membuat kelas menjadi dinamis, dalam artian banyak yang mengemukakan pendapat, dengan parameter biasanya kelas saya cenderug statis, maka ini adalah sebuah kemajuan. Ada yang berpendapat bahwa MNC akan membuat budaya baru. Yang dimaksud di sini adalah bahwa dengan adanya produk yang ditawarkan MNC, masyarakat akan meliahtnya sebagai sesuatu yang baru, sehingga sebuah kebiasaan/ life styles/budaya baru akan terbentuk. Antitesis nya adalah bahwa jika produk tersebut tidak ada, maka tidak akan terjadi perubahan dalam masyarakat. Entah perubahan itu negatif datau postif, itu adalah ekses dari sebuah perubahan, dan ini tergantung dari bagian mana kita memandangnya dan menjalaninya. Pendapat kedua, yang bisa dibilang berseberangan dengan pendapat yang pertaman, adalah bahwa MNC melihat budaya tersebut sudah ada di masayarakat, sehingga investasi atau pengenalan produk baru sangat dimungkinkan. Mungkin logika berpikir di pendapat ini adalah bahwa ketika MNC akan berinvestasi, budaya tersebut sudah ada, sehingga akan mudah bagi perusahaan tersebut untuk memasarkan produknya. MNC tidak akan mengambil resiko besar dengan tidak mempertimbangkan karakteristik masayarakatnya ketika akan berinvestasi, atau dengan bahasa lain tidak mempertimbangkan faktor internal dari masyarakatnya.

Lalu, mana yang benar? Atau menurut Pa Widya, pertanyaan ini adalah mana yang lebih dulu, ayam atau telurnya?

Mari beranalisis....

Pertama, pendapat bahwa budaya diciptakan oleh MNC. Ketika sebuah MNC masuk ke suatu negara, dan banyaknya melalu waralaba, MNC tersebut bukan hanya membawa produk baru atau sistem manajemen baru pada masayarakatnya. MNC ini juga membawa budaya, the values of culture. Sebagai contohnya adalah Strabucks. Gerai kopi yang berasal dari Amerika Serikat ini membawa budaya minum kopi. Bahwa sebenarnya kopi dapat dikonsumsi siapa saja. Ketika selama ini kopi diidentikan dengan orang dewasa, pegawai kantoran, hingga masayarakat kelas bawah, Starbucks membuat kopi menjadi gaya hidup. Lihat saja gerainya yang memang dapat ditemui di pusat perbelanjaan atau jalan protokoler. Tentu saja target pasar Strabucks adalah mereka yang memang biasa hang out di mall, lebih spesifik lagi anak muda. Lihat saka bahwa saat ini mayoritas anak muda, yang memang mempunyai uang saku lebih, akan lebih memilih untuk ngopi di Starbucks, tentu saja tidak semua berpikiran seperti itu. Lalu apa yang dijual Starbucks sebenarnya? Kopi? Atau gaya hidup? Saya lebih berpikiran pada opsi yang kedua, bahwa ketika anda membeli satu cup Vanilla Latte, yang anda ingin dapatkan bukan hanya Vanilla Latte saja, tapi juga atmosfer minum kopinya. Itulah yang sebenarnya dijual. Satu kali, saya pernah menyambangi gerai Starbucks di Cihampelas City Walk dan memang yang saya liaht adalah sekumpulan anak muda yang memang mencari atmosfer minum kopi. Orang yang memang addict caffein mungkin akan lebih memilih gerai kopi lain yang lebih dapat dijangkau kantong, namun lebih enak dari Starbucks.

Kedua, budaya yang telah ada memungkinkan MNC berinvestasi. Untuk ini, Starbucks lagi-lagi bisa menjadi contoh. Sempatkah terlintas di pikiran anda bahwa Indonesia mempunyai budaya nongkrong? Berapa banyak kedai kopi yang ada di sepanjang jalanan? Siapa yang menjadi konsumennya? Ya, lagi-lagi ini menjadi jawaban bahwa adanya Starbucks mengakomodir kalangan kelas atas untuk mempunyai tempat minum kopi yang nyaman. Target konsumennya jelas, eksekutif muda yang menyukai kopi dan butuh asupan caffein secara instan serta anak muda yang lebih suka pusat perbelanjaan daripada pasar tradisional. Inilah celah yang menjadi lahan MNC. Belum terjamah namun prospeknya menjanjikan.

Akhirnya, seperti yang Pa Widya kemukakan, pertanyaan ini harus dilihat dari dua sisi.

Sekian,

David.

PS. Posting ini mulai saya ketik ketika pertemuan pertama mata kuliah ini dan saya selesaikan setelah UAS. Hahaha.. Ternyata, saya sibuk juga...

PPS. Jujur, saya lebih memilih untuk menyeduh kopi instan di kamar kosan meskipun rasanya tidak seenak Starbucks. Tapi, bukankah cukup gila untuk membayar hampir Rp. 40.000 untuk satu cup Medium Ice Vanilla Latte with Light Sugar... ;P


Saturday, February 14, 2009

Pilek.....

.... dapat didapatkan jika kamu,

  • malamnya tidak makan, demi menjaga program diet nya...
  • tapi sebelumnya kehujanan....
  • dan paginya cuma makan kupat tahu....
  • dan rapat sampe sore....
  • yang akhirnya ga bisa tidur malamnya....
  • dan males bikin teh anget....
  • baru bangun jam sembilan pagi dengan pusing...
Try it, It's Nice!!!!




David,
shhhhhsrooot

Thursday, February 12, 2009

TERLELAP....

Setelah satu harian berkutat dengan kampus....

Dan rapat di malamnya....

Yang diinginkan hanya satu

TERlelap....

Karena dalam delapan enam jam ke depan...

Sebuah hari telah menanti...

Tuesday, February 10, 2009

Berdamai dengan Masa Lalu...

Mungkin posting ini akan menjawab sebuah pertanyaan sebagai berikut : Pernakah kamu berdamai dengan masa lalu? Mengapa kita berdamai dengan masa lalu? Bagaimana jika kita tidak memilih untuk berdamai? Bagiamana caranya kita berdamai dengan masa lalu, meskipun itu menyakitkan?

Semua pertanyaan tersebut saya dapatkan setelah menonton film Claudia Jasmine. Dan bagi kamu yang mendapatkan pertanyaan itu sekarang, dan belum menonton filmnya, saya sarankan untuk menonton. Claudia Jasmine, sebuah film Indonesia yang menurut saya berbeda dengan film Indonesia pada umumnya. Saya tahu ini film layar lebar, dan pernah diputar di jaringan 21. Namun, saat itu selain tidak ada waktu, saya pun masih ragu-ragu untuk nonton film Indonesia yang satu ini. Tahu kan kalo film Indonesia jarang ada yang menggigit. Apalagi ketika liat line up nya, Nino Fernandez, Andhika Pratama, Kinaryosih, dan Kirana Larasati. Saat itu, saya masih menjudge film berdasarkan pemainnya. Saya akui itu. Prinsip saya, tonton semua film Dian Sastro dan Nicholas Saputra, and the rest can wait. Tapi sekarang, saya sudah, mungkin, lebih terbuka. Toh, banyak juga film bagus dengan pemain selain Nico dan Dian.

Nah, Claudia Jasmine sendiri dibuka dengan cerita dua orang yang berbeda, Claudia (Kirana Larasati) dan Jasmine (Kinaryosih). Yang satunya masih SMA, yang satunya udah jadi SPG. Awalnya sih diceritain gimana si Claudia itu dan Jasmine, with their own life. Hingga sebuah titik dimana Claudia hamil karena pacaranya (Andhika Pratama) dan Jasmine dilamar oleh pacarnya (Nino Fernandez), yang akhirnya ditolak dengan sebuah alasan ...

... bahwa Jasmine yang sekaranga adalah Claudia di masa lalu. Setelah mengaborsi kandungannya, Claudia dan keluarganya memutuskan pindah ke Jakarta dan menggunakan nama belakangnya, Jasmine. Jasmine, yang selalu meminum kopi hitam pahit, merasa bahwa masa lalu selalu mengikutinya, dan dia tidak bisa mempunyai masa depan yang diinginkannya karena apa yang telah terjadi. Hal itu juga yang menjadi alasan mengapa lamaran itu ditolak.

Namun, diakhir film, lamaran pacarnya diterima, dengan sebuah proses berdamai dengan masa lalu. Jasmine akhirnya menerima masa lalunya sebagai sebuah bagian dalam hidupnya. Toh, masa lalu tidak dapat diubah, itu sudah terjadi, namun bagaimana kita menghadapinya itu yang penting. Selain itu, ada juga cerita tentang teman SMA nya, yang sudah kuliah di Jerman, yang ingin melamar Jasmine, namun diurungkan niatnya karena tahu Jasmine hanya menganggapnya saudara. Ini juga salah satu bentuk berdamain, namun berdamai dengan kenyataan, yang harusnnya udah diketahui dari masa lalu.

Anyway, berdamai dengan masa lalu memang ga gampang. Butuh proses, kadang cukup dengan beberapa hari, kadang itu memakan waktu bertahun-tahun. Belum lagi segala daya upaya untuk menjadikan masa lalu itu bukan mimpi buruk. Banyak orang biasanya memilih untuk mengganti rutinitas, hal-hal yang bisa mengaitkannya dengan kejadian tertentu. Atau hanya membutuhkan perenungan sebentar saja lalu, wusss, masa lalu itu hilang seperti ada peri baik hati yang menggoyangkan tongkatnya.

Namun, apapun itu caranya, berapapun waktu yang dibutuhkan, dan seberapa beratnya proses itu harus kita lalui, berdamai dengan masa lalu itu penting. Bagaimana bisa kita menatap masa depan dengan optimis jika dalam diri kita masih ada bayangan kelam dari hari kemarin? Bukan maksud untuk menghilangkan masa lalu dalam kehidupan seseorang, namun bukankah masa lalu itu untuk dikenang, dan bukan untuk ditakuti? Mengambil pelajaran dari apa yang telah terjadi sehingga tidak terulang lagi? Dan untuk apa itu semua, selain untung hidup tenang, tentu saja untuk sebuah masa depan yang lebih baik. Iya kan?

Lalu, bagaimana caranya untuk berdamai dengan masa lalu? Bagi saya, yang kadang belum bisa deal with the problem, mulailah dari hal simpel, seperti memaafkan. Ya, maaf adalah obat yang mujarab untuk menekan emosi. Saya percaya ketika kita emosi, salah satu hal yang menjadi 'the anger button' adalah masa lalu. Sekali masalah itu dibahas, jadinya bisa panjang. Tapi coba kalau kita sudah memaafkan apa yang terjadi, memaafkan orangnya, memaafkan tempatnya, memaafkan kejadiannya, hingga memaafkan diri sendiri. Kadangkala apa yang terjadi di masa lalu itu karena diri kita sendiri kan. C'mon guys, be a saint by forgive them. Toh, memaafkan adalah salah satu kebaikan juga. Hingga akhirnya, ketika kamu sudah bisa memaafkan, ketika masa lalu jadi pembicaraan, kamu sudah bisa tersenyum menghadapinya.

Saya akui, saya juga pernah, dan kayaknya juga masih, bermasalah dengan masa lalu. Ada beberapa bagian masa lalu yang belum bisa termaafkan. Toh, proses itu masih jalan kok bagi saya. Dan untuk bagian masa lalu yang sudah termaafkan, hidup rasanya sedikit ringan. Karena pada dasarnya dalam hidup kita akan mengalami masalah kan, yang mana akan membuat hidup berat, dan teorinya semakin lama hidup dan semakin panjang usia kita, semakin banyak masalah yang akan dihadapi kan?

Makannya, mulailah memaafkan, dan berdamai...




Something Inside,
David.